Kemenparekraf Beri Fasilitas Desainer Indonesia di London Design Biennale
The Invisible Free the Space! dari Dea Widya wakili Pavilion Indonesia di London Design Biennale (ANTARA)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memfasilitasi desainer terpilih, Dea Widya, untuk berpartisipasi pada ajang London Design Biennale (LDB), yang diselenggarakan pada 1 hingga 27 Juni 2012, di London, Inggris. London Design Biennale adalah pameran internasional yang mempertemukan desainer, kurator, dan institusi desain. Ada lebih dari 50 negara di dunia dan kawasan berpartisipasi dalam kegiatan LDB. 

Pada tahun ini, Es Devlin, desainer dan seniman berpengalaman dalam proyek-proyek besar multi-subsektor antara desain, seni, opera, musik, dan teknologi, ditunjuk sebagai direktur artistik yang membawa tema besar LDB 2021 berjudul “Resonance”. Kegiatan tahun ini diikuti oleh 28 perwakilan kota, negara, serta kawasan, dan Indonesia merupakan satu-satunya perwakilan negara dari wilayah Asia Tenggara. 

Kegiatan LDB tahun ini seharusnya dilaksanakan pada 2020 dan komitmen keikutsertaan Indonesia telah dinyatakan sejak 2019, namun akibat pandemi COVID-19 yang merebak di awal 2020, ajang ini mengalami penundaan pelaksanaan hingga Juni tahun ini.

Kemenparekraf Beri Fasilitas Desainer Indonesia

Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf Nia Niscaya, menjelaskan Kemenparekraf bersinergi dengan KBRI London mewujudkan fasilitasi terbaik untuk pelaku ekonomi kreatif yang menjadi representatif Indonesia. 

"Keikutsertaan Indonesia yang diwakili oleh Kemenparekraf pada ajang ini merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah dalam peningkatan citra dan identitas bangsa Indonesia di mata dunia sebagai bangsa yang sangat peduli terhadap bidang desain serta menumbuhkan kesadaran dan apresiasi masyarakat akan ekonomi kreatif," ujar Nia Niscaya dikutip dari siaran resmi yang dikutip VOI dari ANTARA, Jumat. 

Lebih lanjut, Nia menjelaskan bahwa Kemenparekraf akan terus membangun kerja dan berkolaborasi agar dapat mempertahankan eksistensi subsektor desain Indonesia di ajang berkelas dunia. 

"Kita akan aktif mempromosikan serta meningkatkan citra sektor ekonomi kreatif Indonesia di kancah internasional melalui partisipasi di event-event strategis dunia. Kolaborasi merupakan salah satu kunci dalam peningkatan ekonomi kreatif," jelasnya. 

Nia berharap dengan adanya desainer Indonesia yang bergabung dalam pameran desain bertaraf internasional, dapat menghidupkan nama ekonomi kreatif Indonesia di mata dunia. “Kami juga berharap dengan berpartisipasinya desainer Indonesia di LDB ini dapat memunculkan peningkatan daya saing ekonomi kreatif ke depan yang luar biasa,” ujar Nia. 

Desainer terpilih yang mewakili Indonesia pada gelaran LDB tahun ini merupakan hasil proses panjang kurasi yang melibatkan desainer, seniman, dan akademisi senior Indonesia sebagai dewan juri pada 2019. 

Terdapat 9 proposal karya yang diajukan, dan proposal Dea Widya, dengan tema "The Invisible: Free the Space!" yang akhirnya dipilih oleh dewan juri untuk mewakili Paviliun Indonesia. 

Karya pada paviliun Indonesia berangkat dari konsep terkait penawaran cara baru berpikir mengenai hubungan benda, tubuh, dan ruang. Pada desain modern perumahan rakyat/rumah susun yang kurang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kelas pekerja. 

Ide performativitas pada ruang menjadi titik berangkat untuk mengarahkan bagaimana desain harus merespons konteks kota yang dinamis, sebagai kritik pada agenda universalisme pada desain. 

Gagasan performativitas pada ruang, melihat bagaimana proses produksi ruang selalu dalam kondisi dinamis, tergantung pada konteks sosial dan partisipasi masyarakat pada sebuah tempat. 

Desain membutuhkan fleksibilitas supaya memungkinkan terjadinya sebuah aktivitas atau peristiwa di luar program ruang. Karya instalasi, mengaburkan batas virtual dan fisik, sebagai metafora hilangnya batas ruang publik-privat, dan fisik-persepsi pada desain rumah susun yang modern. 

"The Invisible: Free the Space!" mengundang penonton untuk masuk dalam imajinasi penghuni rumah susun, sebagai bentuk refleksi, bagaimana desain harus menjadi katalisator untuk inklusivitas dan kesetaraan sosial.