86 Persen Koruptor Lulusan Perguruan Tinggi, Wakil Ketua KPK: Paling Banyak Bergelar Master
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat menghadiri Kuliah Umum Antikorupsi di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya/FOTO Humas KPK

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan 86 persen koruptor adalah alumni perguruan tinggi yang rata-rata menduduki jabatan penting.

"Bahkan paling banyak bergelar master. Baru nomor dua sarjana. Karena sekarang untuk naik jabatan mensyaratkan pendidikan, kebanyakan master," katanya seperti dikutip dari keterangan tertulis setelah menghadiri Kuliah Umum Antikorupsi di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Rabu, 17 November.

Kondisi ini tentunya menjadi sorotan KPK. Alasannya menurut Ghufron, perguruan tinggi harusnya berperan penting untuk mencetak generasi bangsa yang punya andil besar untuk memberantas korupsi.

Selain itu, perguruan tinggi harusnya sadar mereka bukan sekadar mengantarkan anak bangsa untuk mendapatkan pekerjaan. Kata Ghufron, kampus harusnya punya punya tujuan meningkatkan intelegensi, pengetahuan, dan keterampilan.

Ghufron sempat memaparkan saat ini sudah ada 155 kepala daerah yang terjerat korupsi dari 514 kabupaten/kota sejak KPK berdiri. Dari jumlah tersebut, sudah 27 Gubernur atau Wakil Gubernur dari 34 provinsi bermasalah.

“Bayangkan berapa persen sisanya? Belum lagi dari pusat. Menteri, Hakim, bahkan Hakim Konstitusi, Dirjen sampai ke Kepala Dinas sudah pernah ditangani KPK. Yang ditangkap KPK seratus orang, yang masih mau menggantikan ada seribu. Karena terproduksi oleh lembaga pendidikan yang mengorientasikan kehidupan ilmunya kepada uang," ujar Ghufron.

"Untuk itu, jangan sampai generasi penerus bangsa menjadi generasi yang berorientasi uang dan jabatan saja. Mohon kembalikan orientasi kepada ilmu dan kebenaran,” imbuhnya.

Sementara itu, Rektor UPN Veteran Akhmad Fauzi mengatakan bela negara bisa dilakukan dengan ikut melakukan pemberantasan korupsi. Peringatan ini, kata dia, sudah sering disampaikannya tiap kali ada mahasiswa yang rampung menjalani pendidikan dan diwisuda.

Dia juga memaparkan kerugian negara akibat korupsi sangat besar. Sejak 2001 hingga 2016, negara telah merugi Rp206,2 miliar dan harusnya uang tersebut bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain termasuk memberikan bantuan bagi masyarakat umum maupun mahasiswa yang membutuhkan.

Atas kondisi ini, Akhmad kemudian mengingatkan mahasiswanya untuk mau memberantas korupsi dan staf pengajar harus memberikan contoh.

"Pada saat rapat pimpinan sering saya sampaikan jangan sampai kita bermimpi menginginkan atau mengambil yang bukan hak kita. Kalau kita memberi teladan, insyaAllah lebih manjur dibanding kita memberi ceramah-ceramah saja," pungkasnya.