MPR Tegaskan Setiap Parpol Harus Resapi Makna Empat Pilar
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid hadir secara virtual dalam Sosialisasi Empat Pilar bersama DPW PKS Provinsi Kalimantan Tengah, di Palangka Raya

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, sangat penting bagi partai politik.

Dia menilai, apabila partai politik memahami Empat Pilar MPR maka partai politik akan mencalonkan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPRD yang memahami Empat Pilar MPR.

“Partai politik yang memahami Empat Pilar MPR tentu tidak mungkin mencalonkan orang-orang yang anti Empat Pilar MPR,” kata Hidayat dalam Sosialisasi Empat Pilar bersama DPW PKS Provinsi Kalimantan Tengah, di Palangka Raya, Senin 28 Maret.

Dia menilai, partai politik yang memahami Empat Pilar MPR tidak mungkin mencalonkan orang-orang sebagai calon presiden, calon wakil presiden, dan calon anggota legislatif yang anti Pancasila, anti UUD NRI Tahun 1945, anti NKRI, dan anti Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut dia, apabila partai politik tidak memahami Pancasila, maka kemungkinan orang yang diajukan sebagai calon presiden atau calon anggota DPR atau DPRD tidak sesuai dengan Pancasila.

Dia mencontohkan, jika tidak memahami Pancasila, partai politik mengajukan calon yang tidak peduli dengan keadilan karena mengabaikan kemanusiaan yang adil dan beradab, orang yang tidak mementingkan NKRI karena tidak paham dengan Persatuan Indonesia.

"Partai politik penting memahami Empat Pilar MPR. Partai politik semestinya mengajukan calon presiden atau wakil presiden, anggota DPR dan DPRD yang memahami Empat Pilar MPR sehingga bisa melanjutkan warisan sejarah para pendiri bangsa," ujarnya dikutip Antara.

Hidayat menilai, partai politik menjadi entitas penting dalam era reformasi, karena UUD 1945 yang sebelum diamendemen, sama sekali tidak menyebut kata "partai politik" dan juga tidak disebut soal pemilihan umum, atau pembatasan masa jabatan presiden.

Dalam UUDS 1950 menurut dia, ada kata "partai politik" yang disebut terkait dengan pemilihan anggota DPR, sedangkan Dekrit 5 Juli 1959, kembali kepada UUD 1945 asli yang tidak menyebutkan mengenai partai politik.

"Baru pada era reformasi, amendemen UUD memunculkan kata partai politik, yaitu Pasal 22E ayat 3 dan Pasal 6A ayat 1 dan 2," katanya.

Karena itu Hidayat menilai, partai politik sudah menjadi bagian dalam ketentuan UUD, begitu juga terkait Pemilu menjadi bab baru dalam UUD NRI Tahun 1945. Dia mengatakan, dengan ketentuan seperti itu, Indonesia berada di era yang berbeda dengan era Orde Lama dan era Orde Baru.

"Di era demokrasi, partai politik mempunyai peran luar biasa. Partai politik disebut dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 22E ayat 3 dan Pasal 6A ayat 1 dan 2. Pasal 22E ayat (3) menyebutkan Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik," katanya.

Dia menjelaskan, di Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, dan Pasal 6A (2) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.