Tuan Guru Turmudzi ke Puan Maharani: Tidak Ada Alasan Mempertentangkan Kepemimpinan Perempuan
Ketua DPR Puan Maharani (Foto Dok DPR)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani bersilaturahmi dengan ulama kharismatik Tuan Guru Turmudzi Badarudin di Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam pertemuan tersebut, Puan mendapat dukungan dari Tuan Guru Turmudzi untuk maju di Pilpres 2024.

"Saya datang bersilaturahmi dengan Tuan Guru Turmuzi. Selain melanjutkan tradisi hubungan baik dengan para ulama yang diajarkan kakek saya Bung Karno, juga menyambung silaturahmi Ibu Megawati Soekarnoputri,” jelas Puan Maharani tentang kunjungannya datang ke pesantren Qomarul Huda, Sabtu 27 Agustus.

"Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu ini memiliki sejarah besar dalam moderasi Islam dan demokrasi Indonesia. Di tempat inilah dulu pernah digelar Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 17-20 November 1997. Salah satu rekomendasi Munas tersebut adalah tentang kedudukan perempuan dalam Islam,," beber Puan dalam keterangan tertulis yang didapat redaksi.

Dalam pertemuan itu, Tuan Guru Turmudzi Badarudin yang mengenakan sorban, peci, dan baju serba putih menjelaskan kembali peran pondok pesantren yang dipimpinnya dalam menyelenggarakan Munas monumental itu.

“Munas alim ulama itu seperti mengakhiri debat panjang tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam. Munas itu mengafirmasi keseteraan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, juga mengakui kelebihan-kelebihan tertentu pada diri perempuan saat menjadi pemimpin,’’ jelas Tuan Guru Turmudzi.

Tuan Guru Turmudzi yang pernah melanjutkan pendidikan agamanya di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi selama enam tahun merupakan salah satu alim ulama yang paling mendukung keputusan Munas tersebut.

"Saya datang ke Lombok ini juga ingin menggali lebih jauh lagi tentang fatwa dibolehkannya perempuan menjadi presiden di negeri kita," timpal Puan.

Dalam pertemuan yang dihadiri Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah itu, Tuan Guru Turmudzi memberikan poin-poin penting tentang bagaimana relasi agama dan negara, terutama bagaimana peranan dan kedudukan kepemimpinan perempuan menurut sudut pandang Islam.

Kepemimpinan perempuan dalam Islam memang pernah menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Ada pro dan kontra di dalamnya.

Padahal, dalam Al Quran telah jelas menyebutkan betapa besar peran perempuan sebagai pemimpin, misalnya disebutkan dalam QS al-Naml/27: 23. Tuan Guru Turmudzi mengutip firman Allah SWT.

"Sesungguhnya aku mendapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka. Dia dianugerahi segala sesuatu dan mempunyai singgasana yang besar,” tuturnya.

Lebih lanjut Tuan Guru Turmudzi menjelaskan mengenai kisah raja atau kepemimpinan perempuan dalam Al Quran diceritakan dalam tiga ayat berturut-turut dalam surat al-Naml, dimulai dari ayat 22, ayat 23, dan finalnya ayat 24.

Menurut Tuan Guru Turmudzi, ayat-ayat dalam surat al-Naml itulah yang menjadi dasar penerimaan Ibu Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI pada tahun 2001-2003 lalu.

Tuan Guru Turmudzi juga menyinggung sejarah Nusantara, tepatnya di Aceh yang disebut sebagai Serambi Makkah. Ia mengatakan, masyarakat di Aceh juga tidak pernah punya masalah terkait kepemimpinan perempuan dalam Islam.

Ditambahkan Tuan Guru Turmudzi, Aceh sebagai salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara sekaligus salah satu wajah Islam di Indonesia, memperlihatkan bagaimana hak politik perempuan mendapatkan tempatnya dalam Islam.

Menurut Tuan Guru Turmudzi, Alim ulama dan masyarakat Aceh tidak pernah menolak kerajaan dipimpin oleh seorang raja perempuan atau disebut ratu. Buktinya, dalam sejarah ada empat perempuan yang pernah memimpin Kerajaan Aceh antara tahun 1641 sampai tahun 1699, yaitu Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675), Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam (1675-1678), Sri Ratu Zaqiyatuddin Inayat Syah (1678-1688), dan Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah (1688-1699).

Diterimanya raja perempuan dalam Islam bukan tanpa alasan, tapi juga berdasarkan kearifan seorang ulama karismatik asli Aceh, Syaikh Abdul Rauf as-Singkili, atau dikenal dengan nama Syiah Kuala (1591-1996) yang bergelar qadli malikul adil, yaitu hakim raja yang adil.

Syiah Kuala adalah seorang ulama ahli tafsir dan fiqih asal Aceh yang terkenal dalam sejarah penulisan tafsir di Indonesia sebagai penulis tafsir Al-Qur'an lengkap 30 juz pertama dalam bahasa Melayu dengan judul Tarjuman al-Mustafid.

“Artinya, sekarang tidak ada lagi alasan untuk mempertentangkan kepemimpinan perempuan dalam Islam untuk bangsa Indonesia. Selain landasan agama sesuai fatwa alim ulama NU, pemimpin perempuan juga memiliki landasan sejarah seperti antara lain yang diperlihatkan di Aceh,” ucap Tuan Guru Turmuzi.

“Ditambah lagi, ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara kita juga tidak melarang perempuan menjadi pemimpin,” tambahnya.

Di akhir pertemuan, Tuan Guru Turmuzi mendukung dan mendoakan Puan agar memperoleh kepercayaan rakyat dalam pilpres 2024 dan mendapat ridha Allah SWT untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.

Tuan Guru Turmudzi juga memberikan sebuah hadiah sebuah kerudung berwarna merah yang ia kalungkan langsung ke Puan.

Setelah bertemu Tuan Guru Turmudzi, Puan lalu menemui para santri Ponpes Qomarul Huda Bagu. Kehadiran Puan sendiri mendapat sambutan hangat dari para santri.

Kepada Puan, para santri menyampaikan aspirasinya untuk bisa memiliki perpustakaan sebagai fasilitas sekolah dan kampus di Ponpes Qomarul Huda Bagu. Puan siap mengawal harapan para santri tersebut.

“Presiden Jokowi melalui Kepres Nomor 22 tahun 2015 telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari Santri. Sebagai Presiden dari PDI Perjuangan telah membuktikan pengakuannya terhadap peran santri dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia,” ungkap Ketua DPP PDIP itu.

“Pengakuan negara terhadap peran santri itu harus dibuktikan dengan kerja-kerja nyata kaum santri utamanya dalam menjaga Negara Pancasila dari berbagai rongrongan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain,” imbuh Puan.