Soroti Anggaran Militer Jepang, Kementerian Luar Negeri Rusia: Penolakan Terang-terangan Terhadap Pembangunan Damai
Ilustrasi jet tempur F-15 Jepang. (Wikimedia Commons/Toshi Aoki - JP Spotters)

Bagikan:

JAKARTA - Rusia menyoroti pembangunan kekuatan militer Jepang yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk perolehan kemampuan melakukan serangan, sehubungan dengan pengadopsian doktrin keamanan dan pertahanan yang diperbaharui oleh Tokyo.

Jepang pekan lalu mengumumkan pembangunan militer terbesarnya sejak Perang Dunia Kedua, karena ketegangan dengan China dan Korea Utara yang bermusuhan, dan invasi Rusia ke Ukraina, memicu kekhawatiran perang.

Nilai anggaran yang diumumkan mencapai 320 miliar dolar AS atau setara Rp4.994.000.000.000.000. Item dalam daftar belanja selama lima tahun ke depan termasuk rudal pencegat untuk pertahanan rudal balistik, drone serang dan pengintai, peralatan komunikasi satelit, pesawat tempur siluman Lockheed Martin F-35, helikopter, kapal selam, kapal perang dan jet angkut berat.

"Dapat dilihat dengan jelas bahwa Tokyo telah memulai jalur pembangunan kekuatan militernya sendiri yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk perolehan potensi serangan," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters 22 Desember.

Rencana Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida akan menggandakan pengeluaran pertahanan Jepang menjadi sekitar 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama lima tahun, menjadikan Jepang pembelanja militer terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China.

Ini mencerminkan keprihatinan Jepang, bahwa invasi Rusia ke Ukraina menjadi preseden yang akan mendorong China untuk menyerang Taiwan.

"Ini adalah penolakan terang-terangan oleh Pemerintahan Fumio Kishida terhadap pembangunan damai negara itu, yang terus-menerus dideklarasikan oleh generasi politisi sebelumnya, dan kembali ke rel militerisasi yang tak terkendali," bunyi pernyataan Rusia itu.

Diketahui, pengeluaran pertahanan China melampaui Jepang pada pergantian abad, dan sekarang memiliki anggaran militer lebih dari empat kali lebih besar.

Terlalu sedikit amunisi dan kurangnya suku cadang untuk mendaratkan pesawat dan membuat peralatan militer lainnya tidak berfungsi adalah masalah paling mendesak yang harus ditangani Jepang, kata sumber militer kepada Reuters.

"Perang Ukraina telah menunjukkan kepada kita perlunya mempertahankan pertempuran, dan itu adalah sesuatu yang sejauh ini belum dipersiapkan Jepang,” kata Toshimichi Nagaiwa, pensiunan jenderal Angkatan Udara Bela Diri.

"Jepang terlambat memulai, seperti kita tertinggal 200 meter dalam sprint 400 meter," tambahnya.