YOGYAKARTA - Satgas Penanganan COVID-19 Kota Yogyakarta menyebut wacana yang dilontarkan Gubernur DIY Sri Sultan HB X untuk “lockdown” merupakan peringatan keras kepada masyarakat dan pihak terkait tentang penanganan pandemi khususnya lebih serius menerapkan protokol kesehatan.
"Saya kira apa yang disampaikan Ngersa Dalem adalah opsi terakhir yang harus dipilih ketika semua kebijakan yang digunakan untuk meredakan sebaran COVID-19 sudah tidak efektif lagi," kata Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Sabtu.
BACA JUGA:
Wacana "Lockdown" di Yogytakarta
Menurut dia, kebijakan tersebut dimungkinkan dilakukan apabila kasus terkonfirmasi positif COVID-19 semakin meningkat dan kapasitas rumah sakit atau kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan sudah semakin tidak mencukupi. Heroe menyebutkan segala daya dan upaya sudah dikerahkan untuk menahan laju sebaran COVID-19 namun temuan kasus baru dalam satu pekan terakhir masih cukup tinggi.
"Mulai dari sosialisasi dan penindakan agar masyarakat taat protokol kesehatan sudah dilakukan. Begitu pula dengan PPKM Mikro untuk membatasi interaksi dan aktivitas masyarakat juga sudah dilakukan," katanya yang dikutip VOI dari ANTARA.
Upaya untuk mencegah kerumunan di tempat umum, destinasi wisata, dan tempat keramaian lain juga sudah dilakukan namun hasilnya memang belum optimal karena kasus masih terus berkembang dan masyarakat mulai abai terhadap protokol kesehatan.
Sesuai aturan PPKM, kegiatan sosial di masyarakat yang berpotensi menimbulkan kerumunan seperti acara pernikahan dibatasi 100 hingga 150 orang sesuai kapasitas tempat, pertemuan maksimal 50 orang dan direkomendasikan di luar ruangan.
Potensi keramaian di tempat wisata yang biasanya terjadi pada akhir pekan, lanjut dia, akan disikapi dengan melakukan sweeping dokumen kesehatan terhadap wisatawan khususnya yang berasal dari zona merah.
"Jika penularan masih tinggi, maka wacana ‘lockdown’ bisa menjadi peringatan keras bagi kita semua untuk berbenah dan mengurangi peningkatan sebaran virus," katanya.
Sampai saat ini, keterisian tempat tidur di Kota Yogakarta sudah mencapai 85 persen untuk kamar ICU, 69 persen untuk kamar isolasi, dan shelter 84 persen terpakai serta masih dilakukan perbaikan terhadap 12 kamar yang rusak.
"Tingkat keterisiannya sudah mengkhawatirkan. Sebab pemakaian kamar di rumah sakit di Yogyakarta tidak hanya digunakan oleh warga Yogyakarta saja tetapi rujukan pasien dari daerah lain," katanya yang menyebut ada delapan rumah sakit yang melayani perawatan pasien COVID-19.
Peningkatan kasus COVID-19 di Yogyakarta, lanjut Heroe, sempat terjadi pada 2020 usai banyaknya libur sejak Agustus hingga Desember dan berlanjut pada Januari 2021.
"Ketika kasus meningkat, protokol kesehatan diketatkan dan kasus pun pelan-pelan melandai namun ekonomi memang tidak berjalan optimal," katanya.
Ketika berbagai aktivitas diperkenankan untuk kembali dilakukan, lanjut Heroe, kasus justru kembali meningkat tetapi ekonomi memang mengalami pergerakan.
"Kalau terus menerus seperti ini, maka pandemi tidak akan pernah selesai. Satu-satunya cara untuk menekan persebaran adalah serempak melaksanakan protokol kesehatan dengan sungguh-sungguh. Jika tidak, maka tidak akan efektif," katanya.
Pada Jumat (18/6) terdapat tambahan 82 kasus baru COVID-19, 22 pasien sembuh atau selesai isolasi, dan satu pasien meninggal dunia. Dengan demikian, terdapat 521 kasus aktif di Kota Yogyakarta, sebanyak 519 pasien isolasi dan dua pasien rawat inap di rumah sakit.