Kekayaan Para Konglomerat China Jack Ma dkk Mulai Luntur karena Hartanya Tergerus Hampir 25 Persen, tapi Pendiri TikTok Justru <i>Cuan</i> Besar
Jack Ma. (Foto: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Deretan konglomerat di China kehilangan kekayaan total senilai 80 miliar dolar AS sepanjang tahun 2021. Hal itu disebabkan tekanan dari regulator China yang dinilai semakin keras.

Mengutip Bloomberg, Jumat 31 Desember, kekayaan sebanyak 10 miliarder yang masuk dalam jajaran orang terkaya versi Bloomberg Billionaire Index ini semakin tergerus hampir seperempat dari total kekayaan bersih mereka dan menjadi penurunan paling signifikan sejak 2012.

CEO dan Founder Pingduoduo Colin Huang menderita kerugian paling besar yakni 42,9 miliar dolar AS atau dua per tiga dari harta bersihnya lantaran saham e-commerce anjlok hingga 70 persen.

Sementara itu, pendiri raksasa Alibaba Group Holding Ltd., Jack Ma yang belakangan ini menghindari sorotan media sejak otoritas menekan gurita bisnisnya, harus merasakan kekayaannya terpangkas 13 miliar dolar AS.

Kemudian Didi Global Inc., baru saja mengumumkan kinerja kuartal III 2021 yang terpuruk akibat pendapatan yang menyusut, seiring dengan delisting saham perusahaan dari New York ke Hong Kong.

Nilai pasar perusahaan anjlok hingga 60 persen sejak pejabat China mengumumkan penyelidikan dan memintanya untuk delisting dari New York Stock Exchange (NYSE), meninggalkan kekayaan Cheng pada 1,7 miliar dolar AS.

Pengawasan antimonopoli dari regulator China telah menjadi semakin umum sejak penghentian mengejutkan dari penawaran umum perdana Ant Group Co., tahun lalu.

Perusahaan teknologi termasuk Alibaba, Tencent Holdings Ltd., Meituan dan Pinduoduo yang valuasinya sempat melesat, kini harus terpangkas setelah didenda karena berbagai alasan mulai dari praktik monopoli untuk mengganggu pasar hingga kesepakatan yang tidak dilaporkan.

Ketidakpastian berlaku bahkan setelah China meluncurkan peraturan menyeluruh yang mengatur penjualan saham luar negeri oleh perusahaan-perusahaan negara itu. Pemerintah mengancam akan meningkatkan pengawasan IPO di luar negeri yang dinilai tidak terkendali selama dua dekade.

Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Sekuritas dan Bursa baru saja mengumumkan rencana untuk menerbitkan undang-undang baru yang mewajibkan China membuka pembukuan mereka untuk pengawasan AS. Jika tidak, mereka berisiko dikeluarkan dari Bursa Efek New York dan Nasdaq dalam waktu tiga tahun.

Dengan demikian, ratusan perusahaan China terancam delisting dari pasar AS dan listing kembali di Hong Kong atau China daratan.

"Hari-hari terbaik untuk sektor teknologi China ada di belakang kita untuk saat ini. Tanpa akses ke pasar modal Amerika, sejarah sektor teknologi China akan sangat berbeda," kata Direktur Institut Global Asia Universitas Hong Kong Chen Zhiwu.

Sementara itu, pendiri ByteDance Ltd alias TikTok., Zhang Yiming menjadi salah satu yang bernasib berbeda dari pebisnis teknologi lainnya dengan profit 19,5 miliar dolar AS berdasarkan pengajuan SoftBank Group Corp. Hal itu sebagian karena dia masih menjaga induk TikTok, terisolasi dari ayunan turbulensi pasar.

Namun, Zhang juga berusaha untuk tidak menonjolkan diri selama tindakan keras regulasi. Dia memutuskan untuk mundur dari kursi CEO poada bulan lalu dan keluar dari dewan eksekutif.

Hal yang juga dilakukan oleh Su Hua, salah satu pendiri aplikasi streaming langsung Kuaishou Technology yang menyerahkan peran CEO pada November, hanya 9 bulan setelah IPO perusahaan di Hong Kong.

Pada bulan September, JD.com Inc. menunjuk presiden baru, mengatakan bahwa Chairman Richard Liu akan fokus pada strategi jangka panjang. Selain itu, langkah tunduk kepada pemerintah terlihat pula dari aktivitas donasi yang dilakukan sejumlah raksasa teknologi China, seperti yang dilakukan oleh CEO Xiaomi Corp., Lei Jun dan CEO Meituan Wang Xing yang mendonasikan 2,2 miliar dolar AS dan 2,3 miliar dolar AS.

Hingga Agustus, miliarder China ini telah mendonasikan sekitar 5 miliar dolar AS pada 2021, lebih besar 20 persen dari total donasi pada tahun lalu.