Bu Sri Mulyani, Ini <i>Curhatan</i> Daerah Penghasil Tembakau! Tolong Didengar!
Ilustrasi (dok. Antara)

Bagikan:

KUDUS - Sejumlah Pemerintah Daerah (Pemda) mengeluhkan kebijakan pemerintah atas penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang dinilai sangat kaku dan tidak fleksibel.

Padahal fleksibilitas tersebut dinilai penting dana tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal dalam mendukung pembangunan daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai penghasil tembakau.

Harapan terhadap adanya fleksibilitas tersebut, diantaranya disampaikan oleh sejumlah pemerintah daerah di wilayah Keresidenan Pati, Jawa Tengah, saat menghadiri sosialisasi Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) di Pendopo Kabupaten Kudus, Jumat, 11 Maret.

Sosialisasi tersebut dihadiri oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, Anggota Komisi XI DPR Musthofa, serta para kepala daerah di lingkup Keresidenan Pati.

"Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan dua tahun terakhir, penggunaan DBHCHT sangat dibatasi dan tidak dapat dipergunakan untuk pembangunan. Sehingga, semakin tinggi DBHCHT di Kudus, semakin tinggi pula sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA). Terlebih refocusing APBD untuk penanganan COVID-19 yang juga masih terus dilakukan," ujar Bupati Kudus, Hartopo, yang turut hadir dalam sosiliasi tersebut, sebagaimana dilansir Antara.

Padahal sebelumnya, menurut Hartopo, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus masih bisa memanfaatkan dana DBHCHT yang didapat untuk memperbaiki jalan maupun pembangunan infrastruktur lainnya. Namun sekarang hal itu menurut Hartopo tidak bisa dilakukan, sementara bantuan kesejahteraan DBHCHT yang diterima sudah maksimal. "Akhirnya yang terjadi bukannya program pembangunan yang terbantu, malah dana SILPA yang semakin menumpuk," keluh Hartopo.

Karenanya, Hartopo berharap, Kementerian Keuangan dapat mengevaluasi kembali peraturan tersebut mengingat peruntukan DBHCHT juga untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya fleksibilitas diharapkan dapat memacu peningkatan pembangunan di Kabupaten Kudus.

Pernyataan senada juga disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Grobogan, Mohammad Sumarsono. Ia berharap adanya fleksibilitas penggunaan DBHCHT agar dapat mendukung program pembangunan di daerahnya. "Agar keberadaan dana DBHCHT ini juga lebih bermanfaat untuk masyarakat," ujar Sumarsono.

Menjawab keluhan sekaligus masukan itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, mengaku akan melakukan kajian lebih lanjut. Meski demikian, Astera menyatakan bahwa proses pengkajian tersebut tentu harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati karena bakal memiliki dampak yang luar biasa.

"Karena misal penggunaannya terlalu dibuka lebar, semuanya bersifat block grant, tentunya kita akan kembali ke zaman dulu lagi. Hasil dari penggunaan anggaran menjadi tidak jelas," ujar Artera.

Salah satu bentuk pemanfaatan kebijakan yang terlalu terbuka lebar, menurut Artera, adalah menghabiskan dana DBHCHT tersebut sebagai honorarium. Langkah tersebut sangat mungkin dilakukan karena pencairan dana sebagai honor jauh lebih mudah, namun sulit untuk dipertanggungjawabkan.

"Jika digunakan untuk (pembiayaan) infrastruktur jalan tentu bisa diukur. Sedangkan kalau untuk honor, tentu sulit (diukur). Untuk menghabiskan anggaran paling cepat memang dijadikan honor, yaitu belanja pegawai," tutur Artera.

Berdasarkan pertimbangan tersebut itulah, lanjut Artera, Kemenkeu lalu melakukan penataan kembali agar pemanfaatan dana DBHCHT dapat menjadi lebih baik. Artera juga menegaskan bahwa dalam lima tahun ke depan pasca kebijakan baru diterapkan, tentu akan ada evaluasi dan sangat memungkinkan untuk dilakukan pembenahan-pembenahan agar pemanfaatan DBHCHT dapat lebih tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat luas.