Soal <i>Thrifting</i> Menjamur di Pasar Indonesia, Begini Respons Desainer Lokal
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Fenomena thrifting pakaian bekas impor masih menjadi sorotan banyak pihak hingga saat ini, salah satunya pelaku sektor fesyen di Indonesia.

National Chairman Indonesian Fashion Chamber (IFC) Ali Charisma mengatakan, impor pakaian bekas sangat merugikan desainer dan industri fesyen lokal, selain dari dampak negatif yang ditimbulkan di sisi lingkungan dan kesehatan.

"Akibat membanjirnya impor pakaian bekas dapat menurunkan angka penjualan pakaian produksi lokal karena harga kalah bersaing. Dengan merosotnya permintaan produk lokal, maka menyebabkan penurunan produksi produk lokal, termasuk pengurangan tenaga kerja di dalamnya," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 Maret.

Dampak lainnya adalah kerusakan terhadap lingkungan, yang mana banyak pakaian bekas berasal dari negara lain masuk ke Indonesia sebagai potensi sampah baru.

Umumnya, negara-negara dengan fast fashion menjadikan tren mode sebagai gaya hidup, sehingga demi perputaran tren tersebut, pakaian-pakaian yang telah dianggap habis musim seringkali dibuang setelah hanya beberapa kali digunakan.

"Mengimpor barang-barang ini ke Indonesia tidak hanya memperburuk siklus konsumsi, tetapi juga menambah masalah limbah di negeri ini," ujarnya.

Selain itu, pakaian bekas impor ilegal juga dapat memengaruhi identitas budaya Indonesia. Sebab, fesyen menjadi aspek kunci dari ekspresi budaya dan ketika pakaian impor murah membanjiri pasar, nantinya dapat merusak keunikan dari fesyen Indonesia itu sendiri.

"Hal ini bisa merugikan industri dalam jangka panjang, karena cenderung membuat lebih sulit desainer Indonesia untuk membangun identitas merek yang unik," jelas Ali.

Mengingat kekhawatiran ini, Ali menegaskan dirinya dapat mengerti alasan Pemerintah Indonesia melarang impor pakaian bekas ilegal, lantaran semata-mata agar dapat melindungi desainer dan produsen lokal, mengurangi limbah lingkungan, serta melestarikan identitas budaya Indonesia.

Diketahui, IFC adalah organisasi nonprofit yang beranggotakan desainer ahli di bidang fesyen, termasuk pakaian, perhiasan, serta aksesori. Terbentuk sejak 16 Desember 2015, IFC secara konsisten membela nilai-nilai fesyen khas Indonesia, seperti kampanye kreatif yang mengangkat sarung sebagai identitas pakaian lokal melalui "Sarung is My New Denim" (2016).

Kemudian, membawa karya para desainer Indonesia hingga mendapat panggung dan perhatian di luar negeri, seperti presentasi selama dua hari pada ajang "Front Row" di Kota Paris, Prancis (2022), dan secara rutin menggelar acara yang memperkuat posisi industri fesyen dalam negeri, yakni "Muslim Fashion Festival 2023", serta "Jakarta Fashion Trend 2023".

"Sebagai National Chairman IFC, saya merasa penting dalam menganjurkan tindakan ini dan mempromosikan pertumbuhan industri fesyen lokal," pungkas Ali.

Sekadar informasi, praktik impor pakaian bekas sebenarnya telah lama dilarang oleh pemerintah sejak 2015 melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.

Pelarangan tersebut kembali dipertegas melalui Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Permendag No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, serta larangan untuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya sesuai HS 6309.00.00.