Sri Mulyani Sebut 50 Perusahaan Properti China Kesulitan Keuangan 
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan ketidakpastian ekonomi global membuat perekonomian di China terus memburuk dan mengimbau untuk tetap waspada lantaran Indonesia sebagai salah satu mitra dagang China akan dampak yang ditimbulkan

"China mengalami pertumbuhan ekonomi yang melambat, tapi ini sesuatu yang perlu kita lihat apa sebabnya dan bagaimana dampaknya ke ekonomi Indonesia," ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu, 25 Oktober.

Sri Mulyani mengatakan, fluktuasi ekonomi di China sangat mengkhawatirkan terutama pada sektor properti yang dikabarkan kesulitan keuangan.

"Properti China alami masalah serius kemarin Financial Times menyebutkan 50 perusahaan di China di bidang properti sebagian cukup besar mengalami kesulitan keuangan atau default bahkan gagal bayar," terangnya.

Sri Mulyani menyampaikan China merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia dan menjadi penggerak pertumbuhen ekspor dari banyak negara, termasuk Indonesia.

"Ini berarti akan pengaruhi Indonesia karena perekonomian China sebagai ekonomi terbesar kedua dunia itu menjadi motor pertumbuhan ekspor dari banyak negara termasuk Indonesia," ujar Sri Mulyani.

Selain itu, Sri Mulyani meminta seluruh pihak untuk tetap waspada pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan negara kawasan Eropa yang tengah mengalami tekanan.

Misalnya di AS terjadi gejolak di pasar obligasi pemerintah bertenor 10 tahun pada September dan Oktober atau kenaikan imbas hasil surat utang AS mengalami lonjakan yield hingga diatas 5 persen.

"Biasanya AS yield-nya rendah karena suku bunga selama terutama sejak global financial krisis sangat rendah, fed policy itu hanya 25 bps atau 0,25 persen," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan, sentimen lainnya seperti inflasi yang tinggi akibat perang Ukraina dan Rusia, serta konflik Israel dan Hamas yang terjadi baru-baru ini yang menyebabkan harga minyak melambung tinggi.

"Kondisi ini akan mengancam Eropa yang akan mengalami resesi. Sekarang Jerman mengalami zona kontraksi yang akan masuk zona resesi," jelasnya.