JAKARTA - Anggota Komisi XI, Ahmad Najib, buka suara terkait kebijakan Donald Trump yang menetapkan tarif timbal balik atau resiprokal kepada sejumlah negara. Sebelumnya diberitakan, Indonesia terkena tarif resiprokal sebesar 32 persen.
Najib mengatakan, sejatinya dinamika supply chain global akan terus berjalan termasuk geopolitik yang terus menghangat akibat kebijakan proteksionisme Trump.
Kendati demikian ia menilai kebijakan ini bisa membawa dampak positif bagi proyek kebanggaan Indonesia, hilirisasi. Menurutnya, pemberlakuan tarif ini merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia untuk mempercepat hilirisasi.
"Ini momentum tepat untuk meningkatkan tranformasi industri menuju compliance standard international termasuk mempercepat hilirisasi industri yang sudah dirintis oleh pemerinta sebelumnya," ujarnya, Kamis, 3 April.
Ia menambahkan, percepatan industri yang efisien merupakan hal yang wajib dilakukan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini.
Selain itu Najib juga menyebut mitigasi UMKM yang berbasis eksport dan UMKM padat karya juga perlu dilakukan karena akan terdampak langsung.
BACA JUGA:
Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali terhadap seluruh penjanjian dagang bilateral maupun multilateral dengan tetap mengedepankan kepentingan domestik indonesia.
"Terakhir, kemandirian pangan harus betul betul berjalan sukses," tandas dia.
Sebelumnya Trump mengumumkan pemberlakuan tarif resiprokal pada Rabu, 2 April. Besaran tarif yang dikenakan bervariasi tergantung pada negara asal barang impor. Rata-rata tarif diperkirakan sekitar 20 persen, tetapi dalam praktiknya, tarif yang diterapkan berkisar antara 10 persen hingga 49 persen.
Trump menyebut angka-angka ini berasal dari penghitungan defisit perdagangan antara AS dan negara tertentu, lalu membaginya dengan jumlah impor untuk menghasilkan persentase yang ia sebut sebagai "tarif terhadap Amerika." Dari angka tersebut, tarif kemudian dikurangi setengah untuk dijadikan tarif resiprokal AS terhadap negara lain.