Kisah Demang Lehman: Panglima Perang Banjar yang Mati di Tiang Gantungan
Demang Lehman (barki.uma.ac.id)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Demang Lehman jadi pahlawan meski ia meninggal di tiang gantungan. Ia adalah panglima perang yang namanya tak bisa dikesampingkan dari Kerajaan Banjar. Dengan gagah Demang Lehman menjadi panglima di Perang Banjar. Sayangnya, nama Demang Lehman tak begitu familiar.

Mengenal Demang Lehman

Dalam Wikipedia, Demang Lehman lahir di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan pada tahun 1832 dan meninggal di usianya yang ke-32 tahun di Martapura, 27 Februari 1864. Ia adalah salah satu panglima perang yang perannya cukup penting dalam perang Banjar. Pahlawan tersebut lahir dengan nama Idies, namun ia mendapat gelar “Kiai Demang” lantaran menjadi pejabat pemegang lalawangan (distrik) di Kesultanan Banjar.

Demang Lehman bukan pria sembarangan. Ia adalah salah satu ajudan sekaligus orang kepercayaan Pangeran Hidayatullah. Kesetiaan, kecakapan, dan jasa Demang Leman membuat ia dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala Distrik di Riam Kanan.

Di masa Perang Banjar (1859–1905), Demang Lehman bersama Kiai Langlang dan Penghulu Haji Buyasin menghimpun kekuatan dan memimpin mereka untuk melawan Belanda yang berkuasa di disekitar Martapura dan Tanah Laut.

Perjuangan Demang Lehman

Kesemena-menaan Belanda terhadap masyarakat di Martapura menuai kemarahan masyarakat. Mereka tak bisa menerima Belanda yang melakukan monopoli perdagangan bahkan ikut campur dalam proses penggantuan takhta Kesultanan Banjar.

Dalam situs Historia, kemarahan raktat Kesultanan Banjar kemudian meledak hingga memunculkan perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, pewaris takhta yang diakui raktat. Perjuangan Pangeran Hidayatullah dilakukan bersama pahlawan besar Banjarmasin, Pangeran Antasari, beberapa bangsawan, pemuka agama, dan Demang Lehman.

Dihimpunlah kekuatan rakyat untuk melakukan perlawanan. Pangeran Antasari menunjuk Demang Lehman untuk memimpin perlawanan di daerah Martapura dan Tanah Laut bersama Kiai Langkang dan Penghulu Buyasin.

Kepandaian dan kecakapan Demang Lehman dalam memimpin perang cukup menyita perhatian Belanda saat itu. Bahkan ia dikenal sebagai pejuang yang ditakuti serta berbahata dalam menghimpun kekuatan masa.

Pada tanggal 30 Agustus 1859, Demang Lehman mengerahkan 3.000 pasukan menuju Keraton Bumi Selamat yang saat itu diduduki Belanda. Dalam pertempuran tersebut, Letnan Kolonel Boon Ostade hampir tewas. Sayangnya serbuan itu gagal lantaran saat itu pasukan Belanda tengah berkumpul melakukan inspeksi senjata.

Perjuangan Damang Lehman tak sebatas itu. Ia juga berhasil merebut benteng Belanda di Tabaniau dan menguasainya. Belanda tak tinggal diam. Mereka sempat mengirim kapal perang Bone ke Tanah Laut untuk merebut Benteng Tabaniau. Pertempuran berjalan dengan sengit, bahkan Ketika pasukan Letnan Laut Cronental menyerbu Benteng Tabaniau, sembilan tentara Belanda tewas. Sisanya mundur karena kekalahan mereka.

Belanda kembali mencoba merebut benteng Tabaniau di serangan kedua. Namun lagi-lagi Demang Lehman, Kiai Langlang, dan Penghulu Haji Buyasin berhasil mempertahankan benteng tersebut. Padahal saat itu Belanda didukung oleh persenjataan yang lengkap dan mengerahkan angkatan laut mereka. Namun pasukan Demang Lehman bisa lolos tak terlumpuhkan.

Akhir Perjuangan Damang Lehman

Ambisi Belanda untuk merebut benteng Tabaniau terjadi hingga 1861. Saat itu terjadi pertempuran sengit hingga membuat masing-masing pasukan kewalahan. Dari sisi Belanda banyak serdadu mati, sedangkan dari pertahanan Demang Lehman juga sangat kewalahan karena serangan mendadak. Peperangan terjadi hingga beberapa hari. Di saat itulah Damang Lemang juga berhasil ditangkap oleh pihak Belanda dan dibawa keluar dari benteng.

Meski jadi musuh yang cukup berat, Belanda tak membunuh Damang Leman begitu saja. Idwar Saleh, dilansir dari Historia, mengatakan bahwa Damang Leman dipaksa membuat kontrak dengan Belanda untuk menjadi penghubung antara Belanda dan para pemimpin rakyat Banjar, terutama Pangeran Hidyatullah.

Namun Belanda ingkar. Saat Pangeran Hidayatullah setuju untuk menemui Belanda, ia justru dipaksa untuk membuat kontrak persetujuan yang sangat merugikan, salah satunya adalah pengasingan atas dirinya ke Pulau Jawa.

Demang Lehman tak tinggal diam. Ia segera menghimpun kekuatan untuk menyelematkan Pangeran Hidayatullah dengan sebuah serangan pada Februari 1862. Misi mereka sempat berhasil, namun Pangeran Hidayatullah kembali ditangkap Belanda dan diasingkan ke Cianjur.

Tak hanya tinggal diam, Demang Lehman terus melancarkan serangan-serangan ke semua pos pertahanan militer Hindia Belanda. Namun ia berhasil ditangkap Belanda pada 1863 di daerah Batu Licin.

Kata-kata Demang Lehman

Dalam Mimbar Penerangan dikatakan bahwa setelah ditangkap, Demang Lehman kemudian dibawa Belanda ke Martapura untuk menjalani hukuman gantung pada 1864.

Sjamsuddin dalam Pegustian dan Temenggung Akar Sosial, Politik, Etnis dan Dinasti Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah mengatakan bahwa sebelum dieksekusi, Demang Lehman berpesan “Dangar, dangar sabarataan: Banua Banjar kalau kada dipalas lawan banyu mata dan darah, marikit dipingkuti Walanda” yang dalam bahasa Indonesia berarti “dengarlah semua, Benua Banjar ini kalau tidak dibasahi dengan air mata dan darah, akan terus dijajah oleh Belanda.”

Demang Lehman kemudian dieksekusi oleh Belanda dan kepalanya dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden ke Belanda. Jenazah Demang Lehman dikebumikan tanpa kepala.

Selain terkait Demang Lehman, dapatkan informasi menarik lainnya di VOI.ID.