Lukman Sardi Bicara Sosok Chairil Anwar dan Puisinya
Lukman Sardi sebagai salah satu aktor dalam film antologi Aku, Chairil (Foto: Ivan Two Putra/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Lukman Sardi dipercaya oleh Miles Films untuk bermain dalam film antologi berjudul Aku Chairil.

Dalam film yang dirilis bertepatan dengan perayaan Hari Puisi Nasional tersebut, sang aktor bersama enam aktor papan atas tanah air lainnya akan membaca puisi karya Si Binatang Jalang.

Bagi aktor 51 tahun itu, bergabung dalam film Aku, Chairil dan bekerjasama kembali dengan Mira Lesmana dan Riri Riza merupakan kesempatan yang berharga.

Ia melihat sosok Chairil Anwar sebagai tokoh yang penting dalam kesusastraan Indonesia.

“Sosok Chairil dalam sastra Indonesia adalah sosok yang sangat besar. Chairil adalah seseorang yang mendobrak pola puisi di Indonesia. Mungkin dulu dianggap pemberontak pada senior-seniornya. Tapi itu adalah bagian dari sebuah informasi seni di Indonesia,” ujar Lukman Sardi saat ditemui di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat, 28 April.

Dalam film antologi tersebut, Lukman Sardi akan membacakan puisi berjudul Derai-derai Cemara yang ditulis Chairil Anwar pada tahun 1949. Ia menyebutnya sebagai tantangan tersendiri bagi karier aktingnya.

Tanpa penjelasan visual, Lukman Sardi mencoba menginterpretasikan rasa sedih, keterpurukan dan kekalahan yang ada dalam puisi ke dalam pikirannya. Proses rekaman yang dijalani, diakui sang aktor sebagai perjalanan yang menarik, terlebih setelah melihat hasilnya.

Bicara mengenai sosok Chairil Anwar dan karya-karyanya, Lukman Sardi melihat bahwa pelopor Angkatan ’45 dalam dunia sastra Indonesia itu sangat gamblang untuk mengungkap perasaannya.

“Chairil sangat gamblang menuliskan perasaan-perasaannya, bahkan bisa diimplementasikan dengan banyak hal. Tidak ada sesuatu yang sifatnya di generasi sekarang tidak bisa memahami puisi tersebut. Akhirnya aku merasakan dan memahami apa yang ditulis,” kata Lukman Sardi.

“Bahwa puisi Chairil ini bukan puisi yang sulit dipahami secara bahasa. Tapi tentunya kita harus melakukan pendalaman yang lebih melalui cara tahu juga waktu itu posisi Chairil juga lagi sakit, di masa yang sangat sulit. Jadi terasa banget di puisi itu,” pungkasnya.