Penelitian Jelaskan, Stres Berpotensi Meningkatkan Berat Badan
Ilustrasi stres meningkatkan berat badan (Freepik)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Banyak orang tak menyadari bahwa kesehariannya diliputi stres. Hanya berat badan naik tanpa faktor yang jelas diketahui. Menurut penelitian, keduanya berkaitan. Bahwa stres erat kaitannya dengan obesitas karena terjadi mekanisme tertentu pada sel lemak dan hormon stres.

Menurut Mary Teruel, asisten profesor kimia dan sistem biology Stanford University School of Medicine di California, tubuh memproduksi sel-sel lemak dengan proses yang alami. Dalam tubuh, sel precursor atau progenitor terjadi, yaitu peralihan antara sel punca yang tidak berdiferensiasi dan sel yang berdiferensiasi penuh. Ini menyebabkan penambahan berat badan.

Melansir Medical News Today, Senin, 6 Juni, orang sehat mengubah tidak lebih dari 1 persen sel prekursornya menjadi sel lemak. Tetapi akan melakukan diferensiasi ketika dipicu oleh hormon yang disebut glukokortikoid. Glukokortikoid, adalah hormon steroid alami yang diproduksi oleh tubuh manusia untuk meredakan peradangan.

stres meningkatkan berat badan
Ilustrasi stres meningkatkan berat badan (Freepik/Shurkin_son)

Seperti yang dijelaskan Teruel dan rekannya dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Cell Metabolism. Kadar glukokortikoid seseorang secara alami naik dan turun sepanjang hari yang diatur oleh ritme sirkadian. Tapi hormon ini juga bisa didorong oleh rangsangan eksternal, seperti stres jangka pendek atau jangka panjang.

Itulah kenapa meskipun Anda tidur waktu pendek dan makan sedikit tetapi berat badan tetap naik. Ini dipicu oleh glukokortikoid yang menggandakan sel lemak dan membuat sel-sel lemak baru. Ketika stres yang terus-menerus, maka dapat menyebabkan kenaikan berat badan.

Stres juga memengaruhi kebiasaan seseorang sehari-hari. Seperti jam tidur jadi berantakan hingga makan terlalu cepat yang bisa memicu masalah lainnya seperti asam lambung kambuh. Maka dari itu, penting bagi Anda mengenali pengalaman tertentu yang memicu stres.

Menurut penelitian CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, sebanyak 61 persen orang dewasa di 25 negara mengatakan pernah mengalami pengalaman masa kanak-kanan yang merugikan. Pengalaman traumatis inilah yang dibagi menjadi empat jenis, yaitu penyakit mental pada satu atau kedua orang tua, pelecehan emosional, fisik, atau seksual, penyalahgunaan zat dalam keluarga, perceraian orang tua, tunawisma, dan penahanan orang tua atau anggota keluarga terdekat.

Karena banyak faktor yang menyebabkan seseorang stres, maka penting untuk dikenali pemicunya. Setelah mengenali pemicu, seseorang bisa mengontrol dan mengelola emosi sehingga stres tidak memberatkan. Pada aspek positif, stres juga bisa bermanfaat, yaitu meningkatkan inovasi, produktivitas, hingga kreativitas. Namun, apabila Anda kesulitan mengelola stres, penting kiranya berbicara pada professional agar mendapatkan rekomendasi sesuai.