Eksklusif, Anggy Umbara Memanfaatkan Pandemi COVID-19 untuk Melakukan Hal-hal Baru
Anggy Umbara (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sebagai pemegang rekor film Indonesia terlaris sepanjang masa lewat film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1, karya terbaru Sutradara Anggy Umbara selalu dinanti penggemarnya. Melambat di awal pandemi pada tahun 2020, Anggy memanfaatkan waktunya untuk membuat karya baru. 

Sukses sebagai sutradara video klip dan film, pria kelahiran 21 Oktober 1980 ini membuat serial Cinta Fitri. Serial adalah hal baru baginya, pengalaman baru pun didapatkannya usai syuting serial yang dibintangi Tissa Biani ini. 

"Alhamdulillah syuting series sudah selesai dan sekarang sedang mempersiapkan beberapa cerita layar lebar," ujar Anggy saat bertandang ke Kantor VOI, Sabtu 2 Juli. 

Cinta Fitri adalah sinetron yang pernah menjadi idola masyarakat pada era 2000-an. Dengan 1,002 episode dalam 7 season, sinetron Cinta Fitri adalah rekor terbaik dari rumah produksi MD Pictures. 

Anggy Umbara (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

"Itu yang jadi pertimbangan kenapa menerima tawaran untuk membuat series Cinta Fitri. Karena ini IP terbaik MD Pictures untuk sinetron. Pas saya lihat ceritanya, karakternya menarik, ceritanya menarik. Wah ini bisa nih dibikin tontonan yang seru dan menghibur," katanya.

Bagi Anggy, series adalah perjalanan baru. Dia belum pernah memproduksi cerita panjang dan berjilid. Tentu tantangan yang dihadapi berbeda dengan saat membuat film. "Series ini makluk baru nih. Belum tahu tatangan kayak apa, ternyata seru," katanya. 

Series, lanjut Anggy, durasinya sangat panjang sehingga butuh perlakuan berbeda. "Kalau film itu kan sajian tiga babak ya dengan segala macam detailnya. Kalau series setiap karakter punya bagian yang panjang. Menjaga emosinya, kontinyu-nya, dan ini sampai mana itu lumayan ribet dan kompleks. Bahkan satu hari bisa ambil sampai 20 scene," papa sutradara Coboy Junior The Movie ini. 

"Tantangannya luar biasa, harus cepet dan bagus," tegasnya. 

Anggy Umbara (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Pandemi COVID-19 mengubah kebiasaan menonton masyarakat. Pergeseran penonton bioskop ke Over the Top (OTT) tak bisa dihindarkan. Karena kebutuhan hiburan tetap ada meskipun masyarakat diminta untuk tetap di rumah saja. 

Serial My Lecturer My Husband membuktikan kebutuhan itu nyata. Tak cuma sinetron di TV analog yang diperlukan masyarakat. Tontonan serie berbayar di OTT pun diminati karena menarik.  

"Kesuksesan My Lecturer My Husband juga jadi pertimbangan mengapa menerima Cinta Fitri. Kan belum pernah bikin series jadi sekalian menjalani petualangan baru. Dan banyak ilmunya. Itu yang dicari, pengalamanan ini nambah banyak banget," katanya. 

Membuat tontonan yang menarik, lanjutnya, bukan perkara mudah. "Yang pasti harus punya story telling yang membuat penonton terpikat. Karakter building yang dekat dengan penonton yang bisa menggantungkan hati penonton ke karakter itu susah. Dan ternyata nggak segampang kelihatannya," terang Anggy. 

Serial memberikan ruang yang luas bagi setiap karakter untuk berubah secara signifikan. "Karakter kaya bisa jadi miskin, set of mind berbeda, tujuan berubah setiap episode. Nah untuk menggantungkan cerita di setiap epidose itu menantang. Bagaimana penonton akan tetap ikut cerita itu tricky. Tapi kalau sudah nemu selanya, asyik," ujar pria yang juga pernah menjadi DJ dengan nama panggung D'jackal ini. 

Dengan desain yang matang, series dikerjakan dengan gaya yang berbeda. Anggy nampak sangat menikmati pengalamannya membuat series Cinta Fitri.

"Kalau series pendekatanya lebih ke sinematik, natural aktingnya. Tapi mediumnya kan kebayakan ditonton lewat HP dan TV, jadi tinggal di-upgrade dari sisi produksi dari sinetron. Bahkan bisa jadi film kalau dinaikkan sedikit lagi," terangnya. 

Menembus Batas Negara

Anggy Umbara (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)Caption

Kelebihan series buat OTT adalah tidak ada batasan negara bagi penontonnya. Setiap cerita bisa dinikmati di berbagai negara dengan mudah ketika OTT membuka aksesnya. Itu berarti, series Indonesia juga bisa unjuk gigi di luar negeri bersamaan dengan penayangannya di Indonesia. 

Anggy optimistis series original dari Indonesia bisa diterima di negara lain. "Optimis banget ya, karena Indonesia itu kaya. Dari cerita itu banyak banget kalau mau kita gali. Series itu bergantung cerita yangs idah kita desain dari awal sampai akhirnya. Kalau senitron itu kan karakternya bisa berubah di tengah tergantung dengan rating saat penayangannya," paparnya. 

Sama seperti film, tema series akan menjadi pembeda yang memikat penonton. "Film Indonesia yang bisa menembus pasar manca negara adalah film yang memiliki tema yang eksotis yang tidak dimiliki dunia internasional pada umumnya. Harus sesuatu yang unik, yang berbeda, yang Indonesia banget," katanya. 

Anggy Umbara (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Kekayaan cerita dan biraya Indonesia adalah harta karun untuk ide cerita series. "Dari urband legend, dari sukunya, Indonesia punya banyak banget cerita yang bisa digali. Produsernya dan sutradara mesti berbanding lurus untuk menciptakan karya yang baik," ujar Anggy. 

Tantangan terbesar, lanjut Anggy, adalah minimnya penulis. Indonesia membutuhkan talenta penulis yang baik lebih banyak lagi. 

"Kita kekurangan penulis karena terlalu banyak yang bisa digali tapi orangnya itu sedikit. Menulis cerita itu kan nggak gampang. Susah, harus masuk zona tertentu untuk mengalirkan semua yang ada di kepala menjadi sesuatu yang bercerita," katanya. 

Pria yang sempat mendapatkan nominasi sebagai Penulis Skenario Asli Terbaik Festival Film Indonesia 2015 atas naskah film tersebut yang ditulis bersama saudaranya, Bounty Umbara dan Fajar Umbara ini berharap penulis-penulis muda akan bertambah.

"Produser sudah banyak, tapi penulis harus lebih digalakkan lagi," tegasnya.

Caption

Selain series Cinta Fitri, film terbarunya yang berkonsep trilogi bertajuk I, Will, dan Survive mulai tayang di Klik Film hari ini, Jumat, 16 Juli 2021. Ini adalah impian lama yang dipendang Anggy selama delapan tahun. 

“Alhamdulillah tahun ini kesampaian. Saya benar-benar total menggarap film ini. Pokoknya banyak kejutan yang tidak terduga di film ini,” kata Anggy. 

Penayangan film di OTT, memiliki gaya yang berbeda dengan di bioskop. Jejak penontonnya tidak bisa dilihat secara langsung. "Kalau dirasa ya sedih sih. Tapi tetap coba melihat sisi baik aja terus. Apa makna dari ini semua. Mungkin kita memang harus bercermin tentang apa yang kita lakukan selama ini. Mungkin kita harus memperbaiki apa yang salah kemarin," katanya. 

Seolah tak mau terlalu drama dengan pandemi, Anggy Umbara menempatkan susana sulit syuting hingga medium penayangan yang berbeda sebagai langkah baru. 

"Ini kayak lagi di reset aja sih. Bukan cuma film, semua elemen lagi dikasih kesempatan kedua untuk memulai semua dari awal. Bagaimana caranya harus saling mencari, gimana supaya ladang ini subur kembali, saya yakin ini bisa menjadi proses memunculkan tanaman baru yang seger yang bisa kita nikmati nantinya," papar ayah dua anak ini. 

OTT, lanjutnya, tidak harus diposisikan sebagai saingan bioskop. "Sekarang banyak OTT yang memposisikan diri sebagai tempat premiere film. Ini bisa jadi kesempatan sutradara untuk mencoba hal baru. Kesempatannya banyak. Dicari lagi titik kalibrinya antara produksi, penonton, dan nilai komersilnya. Harus tetap positif, tapi bukan coronanya, mind-set kita untuk mengeluarkan semangat baru ke depan ini yang harus dijaga," pungkas Anggy Umbara.