Departemen Kehakiman AS Gugat Monopoli yang Dilakukan <i>Big Tech</i>, Google Sasaran Utama
Jaksa Agung AS Merrick Garland, gugat Google dan Big Tech. (foto: twitter @itsClarkPowers)

Bagikan:

JAKARTA - Departemen Kehakiman AS kembali menggugat Google Alphabet  pada Selasa, 24 Januari. Ini  yang menandai gugatan antimonopoli ketiga yang diajukan terhadap raksasa teknologi sejak pemerintahan mantan Presiden Donald Trump yang memulai penyelidikan terhadap platform tersebut dan kini pemerintahan Presiden Joe Biden berjanji untuk melanjutkan penyelidikan tersebut.

Berikut ini adalah tuntutan hukum dan investigasi utama pemerintah AS terkait Big Tech.

Google:

Departemen Kehakiman AS menggugat Google pada Selasa, menuduh perusahaan tersebut menyalahgunakan dominasinya atas bisnis periklanan digital dan mengatakan Google harus dipaksa untuk menjual suite manajer iklannya, dalam upaya terbaru pemerintah untuk memotong sebagian dari kekuatan Big Tech.

Departemen Kehakiman AS sebelumnya telah menggugat Google pada Oktober 2020, menuduh perusahaan senilai 1 triliun dolar AS (Rp14.900 triliun) itu secara ilegal menggunakan kekuatan pasarnya untuk melumpuhkan saingan dalam mesin pencarian. Kasus ini rencananya akan disidangkan pada September mendatang.

Lusinan negara bagian dan teritori AS juga mengajukan versi gugatan yang lebih luas dari gugatan Departemen Kehakiman pada Desember 2020. Jaksa negara menuduh Google menyalahgunakan kekuatan pasarnya untuk mencoba menjadikan mesin telusurnya dominan di dalam mobil, TV, dan pengeras suara seperti di ponsel. Hakim yang sama sedang mendengarkan tuntutan hukum federal dan negara bagian di pengadilan federal D.C.

Juga pada tahun 2020, Texas, yang didukung oleh sembilan negara bagian lainnya, mengajukan gugatan terhadap Google, menuduh perusahaan pencarian internet itu melanggar undang-undang antimonopoli dalam menjalankan bisnis periklanan daringnya. Kasus tersebut dipindahkan ke New York, untuk disidangkan dengan kasus serupa lainnya.

Departemen Kehakiman juga menyelidiki Google untuk menentukan apakah mereka membundel produk Maps-nya dengan perangkat lunak Google lainnya menghambat persaingan secara ilegal.

Jaksa Agung AS Merrick Garland mengatakan pada Selasa lalu, setelah Departemen Kehakiman mengajukan gugatan antimonopoli terhadap Google Alphabet, karena Big Tech ini telah berusaha untuk mengalahkan para pesaingnya dalam bisnis periklanan online menggunakan taktik anti persaingan selama 15 tahun.

Garland, seperti dikutip Reuters, menambahkan bahwa sebagai akibat dari praktik Google, Amerika Serikat telah menderita sebagai pengiklan, namun harus membayar lebih untuk iklan.

Facebook:

Komisi Perdagangan Federal dan sekelompok besar negara bagian mengajukan tuntutan hukum terpisah untuk meminta pengadilan memaksa Meta Platforms untuk menjual WhatsApp dan Instagram, serta mengatakan perusahaan media sosial itu menggunakan strategi "beli atau kubur" untuk merebut saingan dan menahan pesaing yang lebih kecil untuk bisa berkembang.

Hakim membatalkan gugatan negara dengan alasan mereka telah menunggu terlalu lama untuk membawa kasus mereka. Namun jaksa negara bagian telah mengajukan banding sementara keluhan FTC berlanjut.

Appel:

Departemen Kehakiman sedang menyelidiki Apple, yang terungkap pada Juni 2019. Tampaknya mereka fokus pada toko aplikasi Apple. Beberapa pengembang aplikasi menuduh Apple memperkenalkan produk baru yang sangat mirip dengan aplikasi yang sudah ada yang dibuat oleh pengembang lain dan dijual di Apple Store, dan kemudian mencoba membuang aplikasi lama dari toko karena bersaing dengan produk baru Apple.  Apple mengatakan hanya berusaha memiliki produk dengan kualitas terbaik di app store.

Amazon:

Dalam penyelidikannya terhadap Amazon, FTC diyakini menyelidiki konflik kepentingan yang melekat dari Amazon yang bersaing dengan penjual kecil di platform pasarnya, termasuk tuduhan bahwa mereka menggunakan informasi dari penjual di platformnya untuk memutuskan produk apa yang akan dijual.