Kemenkominfo Temukan 1.854 Isu Hoaks Terkait COVID-19 di Medsos
Memyselfaneye / Pixabay

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berhasil mengumpulkan 1.854 isu hoaks yang berkaitan dengan COVID-19 bertebaran di media sosial.

Data tersebut dikumpulkan hingga 15 Agustus kemarin oleh Tim AIS Direktorat Pengendalian Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika.

Menurut Menkominfo Johnny G Plate, isu tersebut tersebar dalam 4.442 unggahan konten di media sosial. Johnny merinci jumlah total konten mengenai hoaks yang berkaitan dengan pandemi paling banyak ditemukan sebaran di platform Facebook, yakni sebanyak 3.769.

"Dari jumlah itu, telah dilakukan proses takedown sebanyak 3.681, dan 88 konten sedang ditindaklanjuti," ungkap Johnny dalam acara daring Refleksi Kemerdekaan Bangsa dan Kemerdekaan Pers, belum lama ini.

Johnny menyertakan KemenKominfo juga sudah meminta Instagram agar melakukan takedown konten tersebut.

"Ada 35 isu hoaks telah kami ajukan untuk dilakukan proses takedown dan kesemuanya telah diproses dan ditindaklanjuti," ujar Johnny.

Sementara, di Twitter terdapat 567 isu hoaks juga telah diminta takedown, sebanyak 555 telah ditindaklanjuti dan 12 dalam proses. Sedangkan untuk YouTube, terdapat 49 isu hoaks telah diajukan.

"48 d iantaranya sudah dilakukan takedown dan masih tersisa satu konten yang hingga kini masih perlu diproses lebih lanjut. Sedangkan di Tiktok, Kemenkominfo telah mengajukan dua sebaran hoaks dan keduanya telah di-takedown," jelas Johnny.

Kemudian, mengenai penanganan persebaran konten hoaks soal vaksin COVID-19, Johnny menyatakan pihaknya telah menemukenali 293 isu temuan pada 1.987 unggahan dan 42 isu hoaks mengenai PPKM level 4 pada 640 postingan di media sosial.

“Dari jumlah 1.987, 1.813 konten di Facebook sudah dilakukan proses takedown. Di Instagram ada 11, Twitter 105, YouTube 41, dan TikTok ada 17. Identifikasi tersebut merupakan kerja bersama-sama antara Kementerian Kominfo dengan media, organisasi masyarakat sipil dan akademisi, dalam usaha penanganan infodemi,” tutur Johnny.

Tidak hanya itu, Johnny juga meminta agar pers memiliki tugas penting dalam mewartakan informasi mengenai pandemi COVID-19 di tengah masyarakat. Tak hanya dalam penyebaran informasi terkini mengenai penanganan pandemi, Johnny mengharapkan pers bisa menjadi rujukan masyarakat dalam klarifikasi mengenai hoaks dan disinformasi yang tersebar di ruang digital.

"Insan pers bisa menjadi rujukan terhadap klarifikasi disinformasi dan hoaks yang beredar terkait infodemi di tengah pesatnya kemajuan teknologi," ucap Johnny.

Ajakan itu bukan tanpa pertimbangan, Johnny menyatakan saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap televisi sebagai sumber informasi berada pada posisi sumber terpercaya ketiga setelah media sosial dan portal berita daring. Dia juga mengutip hasil survei persepsi publik terhadap pemberitaan media mengenai informasi COVID-19 berdasarkan riset yang dilakukan Universitas Media Nusantara pada Mei sampai Juni 2021.

"Berdasarkan riset itu, kepercayaan kepada media cetak dan elektronik tetap terjaga. Untuk itu, seluruh reporter, jurnalis, editor dan pihak di belakang layar, sama-sama memiliki peranan penting untuk menjaga kualitas informasi yang disampaikan, serta menghidupkan semangat kebebasan pers dengan memitigasi terjadinya kekacauan informasi atau information disorder, terlebih selama pandemi COVID-19," tutur Johnny.