Berita DIY: KPPU Mencatat Indeks Persaingan Usaha DIY Di Peringkat Dua Nasional
Kepala Kantor Wilayah VII KPPU M Hendry Setyawan saat ditemui di kantornya di Yogyakarta

Bagikan:

YOGYAKARTA - Indeks persaingan usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2021 naik pada posisi 5,39 sehingga menempati peringkat kedua nasional seperti yang dicatat kantor Wilayah VII Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Kepala Kantor Wilayah VII KPPU M Hendry Setyawan di Yogyakarta, Jumat, menuturkan skor tersebut naik tajam dibandingkan hasil pengukuran indeks persaingan usaha DIY pada 2020 yang nilainya masih 4,90 atau di peringkat ke-13 nasional.

Indeks Persaingan Usaha DIY Di Peringkat Dua Nasional

"Semakin tinggi nilai kompetisinya (persaingan usaha) semakin bagus bagi konsumen maupun bagi perekonomian," ujar dia.

Menurut dia, indeks persaingan usaha telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dengan target yang diamanatkan di akhir RPJMN adalah sebesar 5 termasuk kategori persaingan usaha sedikit tinggi (skor indeks 4,51-5,50).

"(Indeks persaingan usaha DIY) di atas rata-rata nasional, dan memenuhi target yang diinginkan Presiden dalam RPJMN 2020-2024," ucap Hendry yang dikutip VOI dari ANTARA.

Berdasarkan data indeks persaingan usaha secara nasional Tahun 2021, DKI Jakarta menempati peringkat pertama dengan nilai 5,41, disusul DIY, dan Jawa Tengah pada urutan ketiga dengan nilai 5,31.

Menurut Hendry, kenaikan indeks di DIY paling dominan dipengaruhi oleh regulasi atau kebijakan daerah yang dinilai pro persaingan usaha.

Berdasarkan hasil survei KPPU, dimensi regulasi dengan indikator kebijakan dan peraturan daerah di DIY yang pro persaingan usaha meningkat tajam dari 5,06 di tahun 2020 menjadi 6,91 pada tahun ini.

"Dimensi ini mencerminkan kesadaran pemerintah daerah terhadap kebijakan persaingan usaha yang sehat dalam menyusun kebijakan dan peraturan-peraturan daerahnya semakin tinggi, semakin 'aware', " ujar dia.

Jika dilihat kondisi persaingan berdasarkan sektor usaha, lanjut Hendry, diketahui bahwa sektor yang memiliki persaingan usaha tinggi adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan; penyediaan akomodasi, dan makan minum, serta jasa pendidikan.

"Hal ini wajar, mengingat ketiga sektor tersebut dipersepsikan kompetitif, karena jumlah pelaku usahanya banyak, hambatan masuk rendah, dan varian produknya beragam," kata dia.

Sedangkan pada sektor pengadaan listrik, gas; transportasi dan pergudangan; dan pertambangan dan penggalian, kata dia, dipersepsikan memiliki tingkat persaingan usaha yang rendah oleh para responden.

Ia menyimpulkan bahwa secara umum seluruh responden dalam survei yang dilakukan KPPU menyatakan bahwa tidak terdapat hambatan untuk memasuki pasar di DIY.

"Dari sisi perilaku, seluruh responden menyatakan tidak terdapat perilaku persaingan usaha yang tidak sehat," kata dia.