YOGYAKARTA - Budaya literasi di masyarakat harus menjadi gerakan nasional bersama agar tidak mudah terpengaruh berita palsu atau hoaks yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. yang digaungkan oleh Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Abdul halim Muslih mengatakan, bahwa budaya literasi di masyarakat harus menjadi gerakan nasional bersama agar tidak mudah terpengaruh berita palsu atau hoaks yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Mengingat demikian dahsyatnya dampak rendahnya literasi terhadap kehidupan kita, maka mau tidak mau literasi ini harus menjadi gerakan nasional gerakan kita bersama," kata Bupati saat menjadi narasumber kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bantul, Senin.
BACA JUGA:
Bupati Bantul Mengajak Budaya Literasi
Menurut Bupati, masyarakat sejauh ini sudah terlalu mudah 'memakan' mentah-mentah hoaks atau informasi yang tidak jelas sumbernya tanpa mau melakukan klarifikasi, dan tindakan klarifikasi itu sendiri merupakan salah satu gerakan literasi.
"Literasi ini bukan masalah yang sepele, karena gara-gara rendahnya indeks literasi kita, kita menjadi bangsa yang mudah tersulut oleh hoaks, mudah salah paham atau mengikuti paham yang salah," katanya.
Oleh karena itu, Bupati ingin dengan aktivitas Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat dengan tema 'Penguatan Peran Sisi Hulu Guna Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat' yang digelar Pemkab bersama Perpustakaan Nasional bisa menumbuhkan gerakan ketertarikan baca di masyarakat.
Sementara itu, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengatakan, bahwa aktivitas Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat digelar dalam rangka menunjang Visi Presiden yaitu menciptakan Sumber Tenaga Manusia Unggul untuk Indonesia Maju.
Apalagi, menurut dia, literasi menjadi faktor esensial dalam upaya membangun masyarakat berpengetahuan, inovatif, kreatif dan berkarakter. Sehingga literasi yang kuat mampu mendorong manusia pada kegiatan produktif yang memberi manfaat sosial, ekonomi dan kesejahteraan.
Kepala Perpustakaan Nasional mengatakan, masalah literasi di Indonesia bukan pada budaya membaca, namun pada jumlah rasio antara jumlah penduduk dengan ketersediaan buku yang ada. Karena itu siapapun, di manapun, apapun jabatannya, tugas kita sama yaitu mencerdaskan anak bangsa.
"Kita tidak bisa terus menerus menyalahkan masyarakat yang ada di pedesaan, masalah kita bukan pada budaya bacanya, tetapi masalah jumlah rasio antara jumlah penduduk dengan buku. Hasil sensus yang kami lakukan dua tahun terakhir, rata-rata satu buku ditunggu 90 orang," katanya yang dikutip VOI dari ANTARA.
Dalam kegiatan tersebut juga dilaksanakan penandatanganan nota kesepakatan antara Perpustakaan Nasional dengan Pemkab Bantul. Selain itu, dilaksanakan pula penyerahan pojok baca digital (POCADI) oleh Perpustakaan Nasional kepada Perpustakaan Desa Pertiwisari, Seloharjo, Pundong, Bantul.