YOGYAKARTA - Pemerintah Kota Yogyakarta memasuki bulan Suro sesuai kalender penanggalan Jawa, kembali menggelar prosesi jamasan untuk pusaka milik pemerintah daerah setempat, Tombak Kyai Wijaya Mukti, sebagai upaya menjaga pusaka sekaligus melestarikan budaya.
"Inti sari dari kegiatan prosesi jamasan tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja, kami menyelenggarakan dengan lebih meriah tahun ini karena kondisi pandemi dinilai lebih landai," kata abdi dalem Keraton Yogyakarta yang bertindak sebagai cucuk lampah jamasan KMT Harjosohaditaruno di Yogyakarta, Kamis seperti yang dikutip VOI dari ANTARA.
BACA JUGA:
Kemeriahan penyelenggaraan prosesi jamasan pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti tahun ini ditandai dengan penyelenggaraan kirab pusaka yang menempuh jarak lebih panjang dibanding tahun lalu serta adanya iringan musik gamelan selama prosesi berlangsung.
Lebih Meriah
Saat pandemi seperti dua tahun terakhir, tidak dilakukan kirab karena pusaka langsung dijamas setelah dikeluarkan dari tempat penyimpanan di kantor Wali Kota Yogyakarta.
"Pada tahun ini, kirab dilakukan dengan mengelilingi kompleks Balai Kota Yogyakarta diiringi perwakilan dari seluruh kecamatan," katanya.
KMT Harjosohaditaruno mengatakan jamasan pusaka memiliki arti membersihkan pusaka agar selalu dalam kondisi yang bersih dan terawat.
"Tidak ada maksud lain dari prosesi jamasan ini kecuali membersihkan pusaka dan menjaga pusaka agar selalu dalam kondisi baik," katanya yang menyebut pusaka milik Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut juga masih dalam kondisi yang baik dan terawat.
Jamasan diawali dengan melepas rangkaian melati yang menghiasi pegangan tombak dan sarung kemudian mata tombak dibersihkan dan dikeringkan untuk kemudian dikirab kembali ke tempat penyimpanan.
Tombak Kyai Wijaya Mukti adalah pusaka dari Keraton Yogyakarta yang dibuat pada 1921 pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VIII. Pusaka tersebut kemudian diserahkan oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X kepada Pemerintah Kota Yogyakarta yang diterima oleh Wali Kota Yogyakarta R Widagdo.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetty Martanti mengatakan, jamasan pusaka memiliki makna lebih dari sekadar membersihkan benda-benda pusaka.
"Ada makna lain dari prosesi atau ritual ini khususnya bagi Pemerintah Kota Yogyakarta yang memiliki pusaka tombak, yaitu membersihkan diri untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," katanya.
Ia berharap, prosesi jamasan yang digelar rutin tersebut dapat menjadi sarana pelestarian budaya sehingga tidak ada masyarakat yang tidak memahami bagaimana prosesi tersebut.
Saatnya merevolusi pemberitaan di Jogja.Voi.id!