BI Terangkan Strategi Makroprudensial Dongkrak Pemulihan Ekonomi
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta

Bagikan:

YOGYAKARTA - Bank Indonesia (BI) memaparkan sejumlah strategi kebijakan makroprudensial untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional pada tahun ini setelah terkontraksi cukup dalam pada tahun lalu akibat pandemi COVID-19. 

"Khusus dari makroprudensial apa strateginya? Strateginya adalah karena memang kredit itu masih kontraktif, ya fokus kita bagaimana mendorong kredit pertama dari sektor-sektor yang mempunyai forward linkage dan backward linkage yang tinggi yaitu properti dan otomotif," kata Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Juda Agung dalam webinar bertajuk "Peran Kebijakan Makroprudensial dalam Pemulihan Ekonomi" di Jakarta, Jumat. 

Ia mengatakan kebijakan mendorong sektor properti dan otomotif baik dari sisi fiskal yaitu perpajakan oleh pemerintah, sisi makroprudensial dari BI, dan sisi mikroprudensial oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mulai efektif dan respons perbankan terhadap kebijakan itu juga cukup positif. 

Pemaparan BI

BI sudah menaikkan Loan to Value (LTV) atau melonggarkan kebijakan uang muka untuk perumahan menjadi nol persen. Bank pun kini bisa menentukan besaran uang muka kepada nasabah, tergantung risk appetite dan manajemen risiko.

"Survei kami menunjukkan ada yang berani 100 persen tapi untuk pengembang-pengembang yang kredibel, ada juga yang masih 90-95 persen. Tapi kita sudah buka sampai 100 persen," ujar Juda dikutip VOI dari ANTARA

Dampaknya, kata dia, memang minat untuk investasi oleh Rumah Tangga (RT) di sektor properti mulai meningkat, terutama untuk ruko rumah tapak dan dan apartemen, kecuali untuk kantor yang sekarang tidak terlalu diperlukan seiring kebijakan Work From Home (WFH). 

"Yang juga positif, KPR juga terus tumbuh. Sementara kredit yang lain itu secara industri minus 2,28 persen, tadi KPR sudah meningkat jadi 4,84 persen year on year. Kita patut syukuri ada tanda-tanda pemulihan di sektor properti," kata Juda. Sementara untuk kendaraan bermotor, BI juga sudah menolkan uang muka dan pemerintah juga menurunkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 

Hasilnya cukup positif di mana sekarang terlihat geliat penjualan kendaraan bermotor, bahkan sejumlah pabrikan belum bisa memenuhi permintaan tersebut.

Bank sentral juga mengaktifkan kembali Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) untuk menjaga makroprudensial supaya pertumbuhan kredit tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Dalam konteks saat ini, lanjut Juda, adalah pertumbuhan kredit terlalu rendah sehingga perlu didorong. 

"RIM masih di bawah 80 persen. Ini kita dorong kembali normal menjadi 84-94 persen. Sebuah level yang bisa dikatakan optimal, tidak terlalu rendah tidak terlalu tinggi. Tapi kita lakukan secara bertahap, pertama 75 persen, September 80 persen, Januari 84 persen," ujar Juda. 

Strategi berikutnya, kata dia, adalah dengan meningkatkan efektivitas transmisi suku bunga melalui transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). 

Kemudian, dari sisi inklusi keuangan, yaitu pembiayaan ke sektor UMKM. Juda mengatakan dari survei yang dilakukan BI, arus kas pelaku UMKM masih bagus tapi untuk pembiayaan modal kerja memang masih relatif terbatas. 

"Intinya di 2020 kita fokus pada penyelamatan ekonomi, jadi fokusnya liquidity, liquidity, liquidity. Sistem pembayaran pun lebih banyak untuk mendorong digitalisasi. 

Untuk 2021, fokusnya bagaimana pemulihan ekonomi, mendorong kredit, menurunkan suku bunga, dan pembiayaan untuk sektor yang terimbas yaitu sektor UMKM," kata Juda.