YOGYAKARTA - Minggu ini Indonesia kembali kedatangan fenomena alam yang cukup unik. Dijuluki Blue Moon (Bulan Biru), fenomena ini akan bisa diamati di seluruh Indonesia pada Minggu 22 Agustus 2021.
"Blue Moon kali ini dapat disaksikan di seluruh Indonesia sejak Matahari terbenam hingga sebelum terbit Matahari keesokan paginya," ungkap Peneliti dari Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang, Jumat, 20 Agustus.
BACA JUGA:
Fenomena Blue Moon
Dalam keterangannya, Andi menjelaskan bagaimana fenomena itu bisa dijuluki Blue Moon. Secara umum, ada dua definisi yang berbeda mengenai Blue Moon. Seperti Bulan Biru Musiman (Seasonal Blue Moon), yakni Bulan Purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali Bulan Purnama.
Sedangkan yang kedua Bulan Biru Bulanan (Monthly Blue Moon), yakni Bulan Purnama kedua dari salah satu bulan di dalam kalender Masehi yang di dalamnya terjadi dua kali Bulan Purnama.
"Purnama pada 22 Agustus mendatang termasuk ke dalam Bulan Biru Musiman. Di dalam Almanak Petani Maine di Amerika Serikat (AS), purnama ini dinamakan sebagai Purnama Sturgeon dikarenakan pada bulan Agustus, ikan Sturgeon (ikan penghasil kaviar) muncul ke permukaan danau sehingga mudah ditangkap," jelas Andi.
Purnama ini juga memiliki nama lain yakni Purnama Jagung Hijau (Green Corn Moon), Purnama Ceri Hitam (Black Cherry Moon) dan Purnama Terbang Tinggi (Flying Up Moon).
Dikatakan Andi, Seasonal Blue Moon terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali, sebelumnya pernah terjadi pada 19 Mei 2019 dan 22 Mei 2016. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 20 Agustus 2024 dan 20 Mei 2027 mendatang.
Monthly Blue Moon juga terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali, sebelumnya pernah terjadi pada 31 Juli 2015 dan 31 Januari 2018. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 31 Agustus 2023 dan 31 Mei 2026 mendatang.
Mengapa Dinamakan Blue Moon?
Blue Moon hakikatnya tidak benar-benar biru. Andi memaparkan asal-usul historis istilah ini dan dua definisinya sebenarnya masih simpang siur. Kebanyakan pihak menganggapnya sebagai kesalahan interpretasi.
Banyak orang meyakini istilah Blue Moon yang dimaknai sebagai sesuatu hal yang terjadi sangat langka berasal dari ketika kabut asap dan abu vulkanik dari letusan gunung berapi mengubah Bulan menjadi berwarna kebiruan.
Istilah ini sudah ada setidaknya sejak 400 tahun yang lalu dari penelusuran saat ini, yang mana seorang penutur cerita rakyat berkebangsaan Canada, Dr. Philip Hiscock, mengusulkan bahwa penyebutan Blue Moon bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi.
Mengapa Bisa Terjadi Bule Moon?
Menurut Andi, umumnya, dalam sebuah musim astronomis (yang ditandai oleh solstis ataupun ekuinoks) dapat terjadi tiga kali Bulan Purnama. Hal ini dikarenakan durasi musim untuk musim gugur (belahan utara) dan musim dingin (belahan utara) rata-rata 89,5 hari, sedangkan durasi musim untuk musim semi (belahan utara) dan musim panas (belahan utara) rata-rata 93 hari.
Sedangkan rata-rata lunasi (satu siklus periode sinodis Bulan mengelilingi Bumi) sebesar 29,53 hari. Sehingga 89,5 : 29,53 = 3,03 atau dibulatkan menjadi 3. Akan tetapi, jika Bulan Purnama pertama terjadi berdekatan dengan awal musim astronomis, maka memungkinkan dalam sebuah musim astronomis terjadi empat kali Bulan Purnama. Bulan purnama ketiga dalam sebuah musim astronomis yang mengalami empat kali Bulan Purnama inilah yang disebut sebagai Blue Moon.
Dalam kalender Masehi, ada tujuh bulan yang berumur 31 hari dan ada empat bulan yang berumur 30 hari. Nilai ini lebih besar dari rata-rata lunasi yakni 29,53 hari. Jika Bulan Purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi, maka memungkinkan dalam sebuah bulan di kalender Masehi terjadi dua kali bulan purnama. Bulan Purnama kedua dalam sebuah bulan di kalender Masehi inilah yang disebut juga sebagai Blue Moon.
Artikel ini telah tayang di VOI dengan judul: Indonesia Kedatangan Fenomena Blue Moon Pada 22 Agustus, saatnya merevolusi pemberitaan!