Pakar Keamanan Siber: Ransomware dan Pencurian Data Makin Berjaya di 2022
Serangan ransomware diperkirakan bakal semakin marak tahun 2022. (foto dok. unsplash)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Mengingat varian Omicron COVID-19 baru saja muncul Work From Home (WFH) kembali diberlakukan menjelang awal tahun 2022.

Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa ancaman siber pada 2022 tidak akan jauh seperti di 2021. Indonesia punya pekerjaan rumah untuk mencegah berbagai kebocoran data, terutama di lembaga negara dan swasta yang memproses data pribadi masyarakat dalam jumlah sangat banyak.

“Pada tahun 2021 ini, Indonesia mencatatkan rekor buruk di global pada kasus kebocoran BPJS Kesehatan. Karena kebocoran 279 juta data tersebut masuk pada urutan pelanggaran data terbesar yang dicatat oleh berbagai lembaga siber di seluruh dunia," ungkap Pratama dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Jumat, 24 Desember.

Makin Berjaya di 2022

"Dari peristiwa tersebut, seharusnya pemerintah bisa belajar dari kesalahan tersebut dan tidak mengulanginya pada tahun-tahun mendatang. Ini karena serangan diperkirakan akan menjadi lebih umum, lebih kuat, dan lebih maju di tahun-tahun mendatang,” imbuhnya.

Pratama menambahkan, pencurian data masih akan menjadi tren di 2022. Data dalam jumlah massif semakin dibutuhkan oleh banyak pihak, baik untuk kegiatan legal maupun ilegal. Ini juga terjadi secara global, namun dengan pemakai internet hingga Januari tahun ini yang menembus lebih dari 200 juta penduduk, tentunya Indonesia harus lebih serius dalam permasalahan tersebut.

“Pencurian data atau serangan siber memang sangat sulit dicegah. Namun itu semua bisa ditekan dengan pendekatan hukum lewat UU, juga pendekatan SDM dan teknologi. UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menjadi pembahasan pemberitaan selama 2020-2021 karena begitu banyak kebocoran data dan masyarakat tidak bisa apa-apa karena tidak ada instrumen yang melindungi,” jelas Pratama.

Ditambahkan Pratama bahwa ancaman ransomware juga akan terus tumbuh. Serangan ini diperkirakan akan meningkat di industri kritis di mana membayar penjahat siber terpaksa dilakukan untuk melindungi keamanan dan keselamatan data demi keberlangsungan institusi atau perusahaannya.

“Pada tahun 2022, prediksi berdasarkan tren global yang ada dengan melihat pola penyerangan dan inovasi teknologi yang terus berubah, maka serangan ransomware diproyeksikan bakal meningkat, hingga deepfake juga masalah kerentanan perangkat IoT yang kemungkinan akan menambah ancaman terhadap keamanan siber,” terang Pratama.

Di samping itu, Pratama juga menjelaskan menurut laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Indonesia sendiri memiliki serangan yang tercatat sampai Oktober 2021 sudah lebih dari 1 miliar jumlahnya. Ini dua kali lipat lebih banyak dibanding 2020, yang juga lebih banyak dibandingkan 2019 sebelum ada pandemi.

IBM mencatat peningkatan kerugian tiap kebocoran data dari 3,86 juta dolar AS pada 2020 menjadi 4,24 juta dolar AS tahun 2021 ini. Lalu kebocoran data pribadi juga mendonasi kerugian yang paling besar dengan poin sekitar Rp2,5 juta untuk satu data masyarakat.

Momen seperti bocornya data lembaga pemerintah dari Polri, BPJS Kesehatan, e-HAC, dan banyaknya peretasan pada website pemerintah semisal Setkab, DPR, diinginkan dapat ditekan pada tahun akan datang, sehingga meningkatkan kepercayaan dunia internasional pada Indonesia. Sebab itu Pratama menggarisbawahi pentingnya UU PDP langsung rampung pada tahun 2022.

Artikel ini telah tayang dengan judul: Pakar Keamanan Siber Sebut Ransomware dan Pencurian Data Makin Berjaya di 2022, saatnya merevolusi pemberitaan!