Berita Sleman: DP3: Tiga Ternak di Sleman Mati Akibat Terinfeksi PMK

YOGYAKARTA - Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebut hingga 8 Juni pukul 14.00 siang terdapat sebanyak 908 ternak yang terserang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

"Dari jumlah tersebut terdapat tiga ekor ternak yang kemudian mati," kata Plt. Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DP3 Kabupaten Sleman Drh Nawangwulan di Sleman, Kamis.

Menurut dia, selain tiga ternak yang mati, tercatat sebanyak 882 ternak suspek dan 26 terkonfirmasi positif PMK melalui uji laboratorium seperti yang dikutip VOI dari ANTARA.

Mati Akibat Terinfeksi PMK

"Kemudian ada sebanyak delapan ternak yang dinyatakan sembuh dan 897 dalam pengawasan dan pengobatan petugas teknis kesehatan hewan. Tidak ada ternak yang dipotong paksa," katanya.

Ia mengatakan, penyebaran kasus PMK telah terjadi di 12 Kapanewon (Kecamatan) di Sleman, yakni di Kapanewon Moyudan, Gamping, Tempel, Mlati, Sleman, Ngaglik, Pakem, Ngemplak, Cangkringan, Berbah, Prambanan dan Kalasan.

"Saat ini tinggal lima kapanewon di Sleman yang hingga kini belum ditemukan kasus PMK," katanya.

Nawangwulan mengatakan, Pemkab Sleman juga telah melakukan tracing atau investigasi di semua titik kejadian kasus.

"Hasil dari tracing ditemukan bahwa penyebab penyebaran PMK di Kabupaten Sleman, ditengarai berasal dari masuknya ternak, pedagang maupun alat angkut dari luar daerah," katanya.

Senyebab lainnya, diantaranya adanya pedagang dan alat angkut dari Kabupaten Sleman yang sempat mengunjungi pasar hewan atau lokasi lain di luar daerah dan sudah ada penularan lokal dalam wilayah di Kabupaten Sleman.

"Sifat alami virus PMK ini bisa menyebar melalui udara dengan radius 10 kilometer," katanya.

Menurut dia, temuan kasus PMK di Kabupaten Sleman jumlahnya relatif tinggi dibanding dengan kabupaten/kota lain di DIY karena ada kecepatan respon dan tracing (penelusuran) oleh para petugas teknis kesehatan hewan, terhadap kasus yang dilaporkan oleh pemilik ternak.

"Apalagi, kecepatan respon juga didukung dengan ketersediaan sumber daya manusia dan Pusat Kesehatan Hewan yang ada," katanya.