Bagi Sebagian Orang, Sosok Joker adalah Gagasan, Penjiwaan, Kehidupan
Joaquin Phoenix memerankan Arthur Fleck dalam Joker garapan Todd Phillips (Sumber IMDB)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Kepada polisi ia mengaku karakter villain berupa badut dalam semesta Batman memang menginspirasinya. Siapa? Sosok Kyotta Hattori mengenakan kostum Joker saat melakukan serangan membabi buta di dalam kereta bawah tanah di Tokyo.

Joker tak pernah sekadar karakter. Kisahnya juga bukan epos belaka. Bagi sebagian orang, dalam sebagian persepsi, Joker adalah gagasan. Juga penjiwaan. Bahkan kehidupan.

Serangan itu dilakukan pada Minggu malam, 31 Oktober sekitar 20.30 waktu setempat, tepat setelah Hattori menghadiri pesta Halloween di Distrik Shibuya. Hattori ditangkap di tempat kejadian, setelah sempat mengurung diri sendirian di dalam gerbong sembari merokok.

Sosok Joker

Dalam pengakuannya kepada polisi Hattori mengaku serangan telah ia rencanakan sejak Juni lalu. Ia memilih kereta ekspres terbatas menuju pusat kota yang jarang berhenti karena biasanya penuh sesak dengan penumpang. Situasi yang ideal sebagaimana ia bayangkan dalam rencananya.

Hattori juga mengonfirmasi kekagumannya pada Joker. Ia bahkan terang-terangan mengakui penyesalannya. Bukan karena serangan itu melukai 17 orang --tiga di antaranya kritis-- tapi justru karena ia gagal membunuh satu pun orang. Mengutip Japan Today, Hattori mengatakan, "ingin membunuh orang-orang sehingga dia bisa dijatuhi hukuman mati."

Tak cuma menikam orang-orang dengan pisau, Hattori juga melakukan aksi pembakaran. Menurut para saksi api muncul dari cairan bening yang Hattori bakar setelah ia semprotkan ke sekitar gerbong. Dalam olah TKP polisi menemukan sebilah pisau, beberapa botol plastik, yang kemungkinan berisi cairan pemantik api serta kaleng aerosol di dalam gerbong kereta.

Joker sebagai dia, kita, mereka

Beberapa hari sebelum dirilis di Amerika Serikat (AS), Jumat, 4 Oktober 2019, film Joker garapan Todd Phillips langsung memicu masalah keamanan. Kepolisian menerbitkan peringatan kepada para personel bahwa ancaman penembakan massal akan sangat nyata di hari pemutaran film.

Kekhawatiran ini dipengaruhi oleh tragedi yang terjadi dalam pemutaran film The Dark Knight Rises di Kota Aurora, Negara Bagian Colorado pada 2012. Hari itu 12 orang tewas dan 70 lainnya luka-luka setelah ditembaki seorang pria bernama James Holmes. Belakangan diketahui Holmes terinspirasi kekacauan yang digambarkan dalam The Dark Knight, seri sebelum The Dark Knight Rises.

Ada sejumlah bahasan panjang soal karakter Joker, baik yang diperankan oleh Phoenix dalam Joker ataupun yang dihidupkan mendiang Heath Ledger dalam sekuel film Batman garapan Christopher Nolan, The Dark Knight.

Ada masa ketika kutipan "orang jahat adalah orang baik yang tersakiti" terdengar seperti sampah hanya karena diketikkan begitu banyak orang untuk mengantar unggahan berkonteks recehan di media sosial mereka. Tapi hari ini, jauh dari euforia perilisan Joker yang lampau, kalimat itu seperti menemukan ruhnya kembali.

Arthur Fleck, dalam kesehariannya bekerja sebagai badut rental. Dengan kostum badutnya, Arthur wajib menari sembari membawa papan iklan promosi. Sejatinya ia menyukai lelucon. Juga jati dirinya sebagai badut. Tapi bukan badut yang seperti ini. Impian Arthur adalah menjadi komedian terkenal di televisi. Tapi jarak antara kenyataan dan mimpi Arthur terlalu jauh.

Sentuhan pertama antara penonton dengan kehidupan malang Arthur adalah adegan perampokan dan penganiayaan brutal yang dilakukan sekelompok remaja terhadapnya. Adegan yang langsung menggambarkan penolakan sosial terhadap keberadaan Arthur.

Elemen-elemen simbol dalam film turut menegaskan kemalangan Arthur. Tulang-tulang yang tercetak di tubuh Arthur, geraknya yang tergopoh, hingga tawa menggangu yang muncul karena masala kesehatan mentalnya. Begitu jelas kita melihat kegeruhan yang Arthur alami.

Rangkaian konteks peristiwa lain mengkatalisasi transisi Arthur yang malang menjadi Joker yang bengis. Sebut saja proses terapi penyakit mental yang menyebalkan, pemecatan, hingga layanan kesehatannya yang dipotong. Dan jangan lupa, kekecewaannya terhadap otoritas, dalam hal ini Thomas Wayne, ayah dari tokoh Batman, Bruce Wayne.

Todd Phillips memang mengajak penonton menyelam dalam, memahami perkembangan sikap dan pemikiran Arthur Fleck kepada sekelilingnya, yang alhasil menyebabkan bingung emosi. Entah bagaimana, penghilangan nyawa orang lain pegawai Wall Street ngehek yang dia temui di kereta bawah tanah sampai kematian sang ibu di tangan Arthur sendiri, semuanya, dapat kita pahami.

Di sinilah salah satu spot dampak Joker. Para kritikus, sebagaimana dihimpun The Weekender menyimpulkan film ini sebagai upaya kosong untuk berkomentar. Penggambaran holistik sosok Arthur membawa kita ke pengimanan nihilisme.

Baca selengkapnya di: Bagi Sebagian, Joker adalah Gagasan, Penjiwaan, Kehidupan