YOGYAKARTA - Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, melibatkan empat kelompok usaha bersama disabilitas perempuan untuk memasok e-Warong yang menyediakan kebutuhan pangan untuk bantuan pangan non-tunai bagi keluarga penerima manfaat.
Berdasarkan data Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas P3A) Kulon Progo jumlah keluarga penerima manfaat sebanyak 49.184 KK. Kemudian, bantuan pangan non-tunai (BPNT) disediakan 111 e-Warong dengan melibatkan 187 kelompok wanita tani yang tergabung dalam puluhan kelompok usaha bersama (KUBE).
"Dari 111 e-Warong, empat di antaranya dikelola oleh empat kelompok usaha bersama (KUBE) disabilitas perempuan. Hal ini bukan hal yang mudah untuk menyediakan kebutuhan pangan bagi KPM dengan segala keterbatasannya," kata Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kulon Progo Irianta di Kulon Progo, Minggu seperti yang dikutip VOI dari ANTARA.
Melibatkan Empat KUBE Disabilitas Perempuan
Meski demikian, kata dia, Dinsos P3A Kulon Progo berkomitmen memberdayakan disabilitas perempuan supaya mereka mandiri dan berdaya. "Kami memberikan pendampingan bagi KUBE dalam penyediaan kebutuhan pangan penyaluran BPNT, khususnya perhatian kepada KUBE disabilitas perempuan," katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Sosial Ratna Susianawati mengatakan COVID-19 memberikan dampak yang besar bagi perempuan, baik secara kesehatan, ekonomi maupun sosial. Namun demikian peran perempuan dalam ikut serta menanggulangi COVID-19 di Indonesia sudah tidak diragukan lagi.
"Perempuan dalam posisi tertentu selalu menjadi garda terdepan, tidak hanya dalam upaya pencegahan dan penanganan, namun juga dalam upaya konstruksi pemberdayaan-pemberdayaan, utamanya dalam pemberdayaan ekonomi," kata Ratna.
Lebih lanjut, Ratna mengatakan selain peran serta perempuan dalam penanganan COVID-19, dampak COVID-19 juga turut meningkatkan tren kasus kekerasan perempuan dan anak dalam rumah tangga. Dikatakannya persoalan terbesar dalam membangun hak-hak perempuan sampai saat ini adalah masih adanya kekerasan terhadap perempuan.
"Persoalan terbesar dalam membangun hak-hak perempuan Indonesia yang berdaya saing, yang mampu memiliki kompetensi, daya tawar dan juga sumber daya potensial pembangunan tentunya persoalan terbesarnya yang masih kita hadapi adalah kekerasan terhadap perempuan, namun hal itu juga tidak menutup kemajuan-kemajuan yang telah kita lakukan," kata Ratna.
BACA JUGA:
Saatnya merevolusi pemberitaan di Jogja.Voi.id!