Potret Peristiwa Dikumandangkannya Lagu Kebangsaan Indonesia Pertama oleh W.R Supratman
Wage Rudolf Supratman pencipta lagu kebangsaan Indonesia (museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id)

Bagikan:

Wage Rudolf Supratman tak hanya pandai ‘menggesek’ biola, ia juga pandai mengolah kata. Supratman selama ini memang lebih dikenal sebagai seorang seniman karena berhasil menciptakan banyak lagu, salah satunya adalah lagu kebangsaan Indonesia. Yang tak banyak diketahui oleh masyarakat umum adalah, W.S Supratman justru mengabdikan dirinya sebagai wartawan.

Tahun 1924, Supratman memutuskan untuk meninggalkan kota Surabaya. Ia merasa kota itu penuh dengan pertentangan politik yang menurutnya justru memecah belah persatuan. Supratman memang punya ketertarikan politik sebelumnya. Sebagai pelarian, ia sempat mempertimbangkan dua kota sebagai tujuannya, yakni Jakarta dan Bandung. Dengan berbagai pertimbangan, ia memutuskan untuk pindah ke Cimahi.

Ketertarikan Wage Rudolf Supratman pada Jurnalistik

Bambang Sularto dalam buku Wage Rudolf Supratman mengatakan bahwa Supratman menyusul ayah, ibu tiri, dan saudaranya yang lain. Di Warung Contong, Cimahi pula ia mengikuti perkembangan politik Indonesia lewat koran yang ia beli.

Yang tak pernah diduga dari Supratman adalah ia tertarik dengan tulisan politik yang dimuat di koran Kaum Muda, koran terbitan Bandung. Ketertarikan itu yang membuatnya tertarik untuk berkiprah di dunia jurnalistik.

Ketertarikan Supratman pada dunia jurnalistik-lah yang mengantarkannya pada profesinya sebagai wartawan. Ia memutuskan untuk meninggalkan Cimahi menuju Bandung untuk melamar kerja sebagai wartawan di koran Kaum Muda.

Supratman memang dipanggil oleh pimpinan Kaum Muda. Namun ia tak begitu antusias dengan tugas yang ia dapat. Awalnya ia berharap menjadi desk editor atau anggota dewan redaksi, namun ia ditugasi untuk menjadi wartawan lapangan. Ia terpaksa melakoni tugasnya sebagai wartawan yang harus bepergian ke berbagai penjuru kota untuk mendapat berita.

Kehidupan ekonomi Supratman sebagai wartawan memang tak begitu baik. Ia harus mengatur gaji kecilnya sebagai wartawan demi menghidupi dirinya. Untuk menopang hidup, Supratman terpaksa melamar pekerjaan sebagai seorang violis di gedung kesenian Bandung.

Kemampuannya memainkan biola memang ia miliki sejak kecil. Latar belakang ekonomi keluarganya dulu yang serba kecukupan juga membuat Supratman mengenal beberapa komposer klasik, salah satunya Chopin. Ia bahkan memainkan lagu irama jazz dan waltz di hadapan musikus keturunan Belanda yang saat itu memimpin orkes tetap  di   gedung  Societet  Bandung.

Sang musikus tentu dibuat heran dengan kemampuan Supratman, pria pribumi yang membawakan musik Eropa pada saat itu. Dengan rendah hati, Supratman menjelaskan asal mula kemampuan bermusiknya.

"Tuan yang baik, saya belajar selama kira-kira enam tahun, non stop, teori dan praktek. Tempat saya belajar tidak di sekolah musik tapi di rumah saja. Di kompleks tangsi militer Kees, Makasar. Guru saya bemama WM. van Eldik Belanda lndo. Pangkat, Sersan KNIL. Beliau adalah kakak ipar saya, dan yang bertindak sebagai asisten dalam mengajar praktik main biola adalah kakak kandung saya sendiri, orang Jawa yang menjadi Nyonya WM. van Eldik."

Kemampuan Supratman dalam menggesek senar biola membuatnya diterima sebagai violis. Sayangnya profesi barunya itu justru membuat kondisi kesehatannya menurun. Alasan ini yang mendasari Supratman keluar dari Kaum Muda, media pertama yang ia jadi batu loncatannya menekuni profesi jurnalis.

Meski demikian, Supratman tak serta merta meninggalkan biro koran tersebut. Ia sesekali mengunjungi kawan lamanya yang masih bertahan di situ. Kunjungan itu pula yang akhirnya mengantarkannya pada Parada Harahap, majalah yang saat itu direncanakan akan didirikan di Betawi.

Di Betawi karier Supratman makin menanjak. Ia beberapa kali tercatat sempat menjadi redaktur di beberapa koran dan majalah. Di sela-sela posisinya sebagai jurnalis, ia juga masih bermain biola. Kemampuannya mengolah kata dan bermain biola kemudian jadi modal terciptanya lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Lagu Kebangsaan Indonesia Raya di Kongres PNI

Di sela kesibukannya sebagai wartawan Sin Po, Supratman masih bermain biola dan mencipta lagu. Ia tercatat mencipta beberapa lagu yang hingga kini masih banyak dimainkan, salah satunya adalah Ibu Kita Kartini.

Peran W.S Supratman dalam sejarah kebangkitan bangsa Indonesia memang cukup besar. Ia beberapa kali terlibat dalam agenda besar pegerakan nasional, termasuk pada Kongres Pemuda, khususnya kongres kedua.

Pada 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II diadakan di Gedung Indonesische Clubgebouw. Dalam kesempatan itu Wage Rudolf Supratman ‘menggesek’ biola dan memainkan instrumen ciptaannya. Nada yang ia ciptakan masih tanpa syair, namun suaranya mampu merangkul semuanya. Instrumen Supratman saat itu masih berjudul Indonesia.

Di kesempatan itulah W.R Supratman berkesempatan memperdengarkan instrumen yang jadi cikal bakal Lagu Kebangsaan Indonesia di tengah organisasi politik. Musik ciptaannya saat itu mencuri perhatian khalayak umum. Bahkan menjadi bahan pembicaraan selama beberapa hari setelah kongres kedua berakhir.

Para pemuda dan mahasiswa, termasuk politisi dari PNI tertarik dengan instrumen Supratman. Saking banyaknya permintaan pembaca, redaksi Sin Po akhirnya memuat notasi serta syair lagu Indonesia di majalan mereka dengan persetujuan Supratman pada November 1928. Langkah tersebut kemudian diikuti oleh beberapa koran majalan seperti Harian Suluh Rakyat Indonesia dan Pers Melayu.

Lagu Kebangsaan Indonesia karya W.S Supratman yang dimuat di Sin Po (id.wikipedia.org)

Calon lagu kebangsaan Indonesia memang diperdengarkan di Kongres Pemuda Kedua. Namun belum ada kesepakatan bahwa lagu tersebut menjadi lagu kebangsaan yang disepakati bersama. Kesepakatan secara tidak langsung muncul saat Kongres PNI.

Partai Nasional Indonesia (PNI) mengadakan kongres kedua di Batavia pada 18-20 Mei 1929. Saat itu Supratman untuk kedua kalinya memperdengarkan lagu ciptaannya di hadapan khalayak ramai dengan biolanya.

Sugondo Joyopuspito dan Suwiryo juga hadir dalam kongres tersebut. Saat Supratman membungkuk ke hadapan penonton sebelum memainkan lagunya, Suwiryo mengajak hadirin lain untuk berdiri dan menghormati lagu tersebut sebagai Lagu Kebangsaan. Respon Suwiryo diikuti oleh Sugondo Joyopuspito, lalu diikuti oleh anggota PNI lain secara serentak.

Saat itulah untuk pertama kali lagu "Indonesia" karya Wage Rudolf Supratman dihormati publik sebagaimana menghormati Lagu Kebangsaan Indonesia. Pada akhirnya, Supratman disambut dengan riuh tepuk tangan dan ribuan pujian yang membuatnya dikenal sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia.

Selain terkait lagu kebangsaan Indonesia, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.