Warta DIY: Sultan HB X Usulkan 1 Maret Jadi Hari Besar Nasional
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. ANTARA

Bagikan:

YOGYAKARTA - Ada usulan besar untuk penetapan tanggal 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Usulan itu untuk mengenang Serangan Umum 1 Maret 1949 yang merupakan respons terhadap Agresi Militer Belanda II atas pendudukan Ibu kota RI di Yogyakarta yang tak lepas dari peran Sri Sultan HB IX dan Panglima Besar Jenderal Soedirman.

"Bukan untuk menokohkan seseorang, tetapi sebuah ikhtiar untuk mengingat kembali kesatupaduan perjuangan TNI bersama rakyat," kata Sultan saat rapat pembahasan usulan Pemda DIY tentang penetapan 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional RI secara virtual di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa.

Usulkan 1 Maret Jadi Hari Besar Nasional

Dalam rapat daring yang diikuti jajaran Kementerian Dalam Negeri, Kemenpan-RB, Kemenristek Dikti, Kemensetneg, Kemenkum HAM, serta Kemenko Polhukam, Sultan menuturkan 1 Maret 1949 menjadi tonggak awal dimulainya kembali perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Menurut Sultan, peristiwa tersebut bukan hanya berarti bagi rakyat dan Pemerintah DIY saja akan tetapi juga amat penting bagi seluruh Bangsa Indonesia.

"Mereka yang terlibat pada peristiwa bersejarah itu bukan oleh pejuang kemerdekaan dari Yogyakarta sendiri, tetapi mereka berasal dari seluruh negeri ini," ucap dia.

Dikatakan Sri Sultan HB X, berdirinya NKRI telah melalui proses sejarah yang panjang sejak tumbuhnya akar kolonialisme di Indonesia di awal abad 17 hingga akhir masa perang kemerdekaan tahun 1949.

Rangkaian peristiwa itu, ujar Sultan, telah melahirkan tokoh-tokoh pahlawan bangsa dan sebagian dari peristiwa itu telah diperingati sebagai Hari Besar Nasional.

Sultan menilai banyak peristiwa penting yang belum mendapatkan pengakuan resmi oleh negara seperti pengusulan itu yang dalam historiografi Indonesia dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Sejatinya peristiwa tersebut respon balik terhadap Agresi Belanda II atas pendudukan Belanda di Yogyakarta Ibu kota Republik Indonesia," tutur dia yang dikutip VOI dari ANTARA.

Raja Keraton Yogyakarta ini menegaskan bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 membuat Republik Indonesia ditegakkan kembali kedaulatannya. Serangan itu, kata Sultan, dirancang sebagai peristiwa politik militer agar Republik Indonesia dianggap tetap eksis meski kepemimpinan negara ditawan dan terbukti berdampak secara internasional.

Berkaitan dengan hal tersebut, ia memandang perlu ada tindak lanjut dari pengusulan 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional antara lain melakukan sosialisasi nasional secara berkala sejak pengusulan tahun ke III pada tahun 2021 ini sebagai mana arahan Kemendagri.

Dalam kearifan lokal di Yogyakarta, peringatan Serangan Umum 1 Maret secara rutin dirayakan dengan beragam aktivitas antara lain pembicaraan refleksi sejarah, sampai gelar seni pameran.

Sultan mengatakan dalam konteks masa sekarang, poin-poin kejuangan perlu secara terus menerus dipupuk sebagai sumber motivasi kebangsaan.

"Jiwa dan semangat kejuangan itu tetap diperlukan sepanjang zaman, karena pembangunan bangsa memerlukan sikap kepahlawanan dan kegigihan pejuangnya," ujarnya.

Sultan mengapresiasi seluruh jajaran yang berkontribusi pada awal proses penetapan Serangan Umum 1 Maret 1949 agar menjadi Hari Besar Nasional sebagai bagian sejarah nasional Indonesia.

"Dengan ditetapkannya Serangan Oemum 1 Maret 1949 menjadi Hari Besar Nasional menjadi memori kolektif yang tak terlupakan dalam sejarah menegakkan Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945," tutur dia.

Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi menambahkan Sri Sutan HB IX merupakan tokoh penting di balik peristiwa besar itu.

Sri Sultan HB IX, kata dia, kala itu mengirim surat kepada Panglima Soedirman dan menganjurkan agar mengadakan serangan guna merebut kembali Yogyakarta dari tangan Belanda.

"Serangan Umum dilakukan pada 1 Maret 1949 pada pukul 06.00 pagi, bersamaan dengan berbunyinya sirine tanda jam malam berakhir, dan berita kemenangan ini kemudian menyebar hingga akhirnya sampai ke Washington DC, Amerika Serikat yang mana saat itu PBB sedang bersidang dan diikuti oleh perwakilan Indonesia," tutur dia.