Berita Nusantara: Dari Kaltara, Indonesia Menuju Ke Jalur Cepat Transformasi Ekonomi
Presiden Joko Widodo memperhatikan panel surya saat meresmikan pemancangan tiang pertama Kawasan Industri Hijau Indonesia di Bulungan, Kalimantan Utara

Bagikan:

YOGYAKARTA - Setelah enam tahun berlalu tanpa perkembangan signifikan, akhirnya Indonesia menutup 2021 dengan memulai pembangunan kawasan industri hijau di Kalimantan Utara atau Kaltara, yang digadang-gadang menjadi terbesar di dunia.

Pembangunan kawasan industri hijau memang tak mudah. Selain membutuhkan investasi besar yang tak mungkin hanya dibiayai APBN, pendirian industri yang akan mengolah produk antara dan hilir ini juga memerlukan rencana jangka panjang yang kompleks, konsistensi implementasi, insentif, dan dukungan politik.

Indonesia Bergegas Ke Jalur Cepat Transformasi Ekonomi

Meski diperkirakan menjadi potensi ekonomi masa depan, energi hijau saat ini masih berbiaya mahal. Selain itu, Indonesia juga membutuhkan teknologi tinggi dan tenaga terampil yang memadai untuk menghasilkan produk energi hijau ramah lingkungan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 21 Desember 2021 lalu menyebut dimulainya pembangunan kawasan industri hijau Indonesia di Tanah Kuning, Bulungan, Kaltara, sebagai "lompatan katak" atau "leap frog" untuk transformasi ekonomi Indonesia.

Makna lompatan relevan dengan kapasitas kawasan industri hijau tersebut. Selain didukung produksi dengan energi baru dan terbarukan, kawasan industri di provinsi muda itu juga akan memproduksi barang setengah jadi dan jadi yang siap diekspor.

Saat ini, dunia memang tengah berpacu dengan penerapan hilirisasi industri dan juga pengembangan industri hijau. Indonesia dinilai harus bergegas untuk mentransformasikan ekonominya ke arus besar dunia tersebut.

"Dan, ini akan kelihatan manfaatnya secara real lima sampai sepuluh tahun dari sekarang," kata Jokowi yang dikutip VOI dari ANTARA.

Untuk menunjang keberlangsungan pembangunan dan juga operasional kawasan industri hijau, Indonesia membutuhkan sumber daya manusia (SDM) terampil. Diperkirakan kawasan industri hijau ini akan membutuhkan 200 ribu tenaga kerja, baik dalam masa konstruksi maupun saat operasi.

Jokowi juga mewanti-wanti mengenai masalah klasik dalam realisasi investasi, yakni lambannya perizinan. Ia tak ingin pengurusan izin investasi dan usaha yang lamban. Bahkan, Jokowi mengaku akan turun tangan langsung jika ada kendala perizinan yang tak terselesaikan.

Indonesia memang seharusnya sudah melakukan transformasi ekonomi menuju hilirisasi industri dan pengembangan industri hijau sejak lama. Pasalnya, Indonesia memiliki sumber daya energi hijau yang melimpah. Namun, rencana besar itu sejak beberapa tahun lalu belum bergerak signifikan.

Jokowi mengatakan jika Indonesia tak bergegas untuk memproduksi produk hijau, maka akan tertinggal dalam arus transformasi ekonomi dunia. Indonesia sebaiknya bergegas meniti jejak di jalur cepat transformasi.

"Pada 2030 nanti Eropa dan Amerika mungkin sudah mulai setop, tidak terima barang-barang yang berasal dari energi fosil. Itu undang-undang mereka akan siapkan itu. Orang larinya ke sini semuanya. Ke ekonomi hijau, ke ekonomi hijau," kata Jokowi.

Jokowi berucap Indonesia memiliki langgam yang lengkap mengenai sumber energi baru terbarukan. Misalnya, Indonesia memiliki potensi tenaga hidro dari Sungai Kayan di Kalimantan Utara, yang mampu memproduksi listrik sebesar 11.000-13.000 megawatt (MW). Kemudian, terdapat juga Sungai Mamberamo, Papua, yang mampu menghasilkan 24 ribu MW. Selain energi terbarukan dari air, Indonesia juga memiliki kekayaan energi terbarukan dari panas bumi hingga 29 ribu MW, kemudian angin, arus bawah laut, dan lainnya.