Berita Bantul: KPU Membekali Pemilih Pemula Tentang Demokrasi Cegah Terpapar Radikalisme
Obrolan demokrasi tema Demokrasi versus Radikalisme yang digelar KPU Bantul secara virtual atau daring dengan mengundang Ketua dan Pengurus OSIS tingkat SMA se Bantul, Jumat (11/2/2022). ANTARA

Bagikan:

YOGYAKARTA - Obrolan demokrasi secara virtual dengan tema Radikalisme versus Demokrasi dengan mengundang ketua dan pengurus OSIS dari 80 sekolah menengah atas (SMA) sederajat se-Bantul yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Tema Demokrasi versus Radikalisme ini sebagai antisipasi sejak dini agar para pemilih pemula tidak terpapar paham radikalisme yang akan menggerogoti nilai-nilai demokrasi," kata Koordinator Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan SDM KPU Bantul, Musnif Istiqomah disela obrolan di Bantul, Jumat.

Menurut dia, bahwa obrolan demokrasi ini adalah bagian dari tindak lanjut dari hasil Pemilihan Ketua OSIS (Pemilos) jenjang pelajar SMA se-Bantul Tahun 2021 yang difasilitasi KPU dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul.

Membekali Pemilih Pemula Tentang Demokrasi

"Pengurus OSIS diharapkan menjadi salah satu benteng di sekolah terhadap masuknya radikalisme di lingkungan sekolah," katanya seperti yang dikutip VOI dari ANTARA.

Sementara itu, Ketua KPU Bantul, Didik Joko Nugroho mengatakan, bahwa obrolan demokrasi ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi para pelajar Bantul yang notabene adalah pemilih pemula dalam Pemilu serentak 2024.

Didik mengatakan, bahwa melalui diskusi ini nantinya para pengurus OSIS diharapkan dapat menjadi motor penggerak penerapan nilai-nilai demokrasi baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.

"Para ketua OSIS ini dalam rentang waktu lima sampai 10 tahun yang akan datang menjadi tokoh dan pemimpin di Bantul. Oleh karena itu penting untuk memberikan banyak bekal termasuk dalam hal penerapan nilai-nilai demokrasi," tuturnya.

Wakil Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Arif Rahman saat menjadi narasumber mengatakan, dari hasil pemetaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahwa 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme.

"Radikalisme itu sendiri dapat dimaknai sebagai upaya untuk menuntut perubahan dengan menggunakan kekerasan untuk kembali ke dasar, atau memaksakan perubahan tersebut dengan cara-cara yang tidak manusiawi," ujarnya.

Arif mengatakan bahwa ada beberapa transformasi radikal ekstremisme di antaranya dimulai dari adanya sikap intoleran, pemahaman radikal, aksi terorisme dan yang paling komplek adalah aksi ekstremisme itu sendiri.

Dia juga mengatakan, ancaman radikalisme terhadap demokrasi menjadi nyata apabila muncul sikap eksklusifisme dan close minded terhadap pemikiran-pemikiran orang lain.

Dalam konteks demokrasi tentu pola pikir radikalisme akan bertolak belakang karena demokrasi menghendaki adanya nilai-nilai keterbukaan.

"Salah satu solusi untuk menangkal radikalisme di sekolah adalah dengan memberikan kesempatan kepada pengurus OSIS untuk ambil bagian dalam menyuarakan kerukunan dan toleransi antar-umat beragama, antar-ras suku bangsa di masing-masing sekolah," paparnya.