Berita Bantul: FPRB Bantul Mengusulkan Pemberlakuan Perda Pengurangan Risiko Bencana
Arsip Foto. Petugas mengecek peralatan pendukung sistem peringatan dini tanah longsor di Desa Munthuk, Dlingo, Bantul, DI Yogyakarta. (ANTARA)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mengusulkan pemberlakuan peraturan daerah (perda) mengenai pengurangan risiko bencana di kawasan wisata.

"Saya hanya usulkan karena di Bantul itu belum ada Perda PRB atau pengurangan risiko bencana," kata Ketua FPRB Bantul Waljito di Bantul, Selasa.

Ia mengemukakan bahwa di daerah yang rawan menghadapi bencana alam seperti Bantul, semua aktivitas dan kebijakan semestinya berorientasi pada upaya pengurangan risiko dan dampak bencana, termasuk aktivitas dan kebijakan di bidang pariwisata.

Apalagi, menurut dia, kawasan wisata di daerah rawan bencana seperti perbukitan dan daerah aliran sungai sedang berkembang di wilayah Kabupaten Bantul Saatnya merevolusi pemberitaan di Jogja.Voi.id!

Perda Pengurangan Risiko Bencana

"Makanya perlu disampaikan harus ada harmonisasi antara pengelolaan risiko bencana dan peningkatan ekonomi, karena sekarang kita melihat adanya destinasi wisata di tempat rawan kebencanaan dan ini belum diatur, seperti Piyungan, Dlingo Pajangan, dan lain-lain," katanya.

Ia menyampaikan perlunya pemberlakuan peraturan untuk mewujudkan keselarasan upaya peningkatan ekonomi melalui usaha pariwisata dengan upaya pengurangan risiko bencana.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan bahwa pemerintah daerah akan mengkaji usul penerapan perda tentang pengurangan risiko bencana di daerah wisata.

"Itu masukan bagus, coba nanti kita kaji, karena kalau di level provinsi itu sudah ada, sebetulnya kita bisa langsung mengacu ke perda Provinsi DIY itu, karena kan seluruh potensi bencana itu ada di wilayah DIY," katanya.

"Apakah kita cukup mengacu perda DIY atau perlu membuat perda baru yang lebih spesifik lagi di Bantul, itu butuh kajian. Karena perda harus ada naskah akademik, dikaji, dan harus mendapat persetujuan dewan," ia menambahkan.

seperti yang dikutip VOI dari ANTARA.