YOGYAKARTA - Bimbingan teknis (bimtek) gratifikasi bagi unit pengelola perangkat daerah dalam rangka mencegah dan memberantas praktik korupsi diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Pemkab Kulon Progo Untung Waluyo di Kulon Progo, Senin, mengatakan tujuan penyelenggaraan bimbingan teknis ini untuk meningkat kompetensi teknis unit pengendalian gratifikasi (UPG) terkait implementasi program pengendalian gratifikasi, membangun kesadaran antigratifikasi, dan menginisiasi penyampaan laporan gratifikasi melalui website UPG pemerintah daerah.
BACA JUGA:
Bimtek Gratifikasi Agar Mencegah Korupsi
"Upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan, namun, harus dengan membangun mental orang-orang yang dapat memberantas korupsi itu sendiri," kata Untung.
Ia mengatakan gratifikasi sendiri adalah semua pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN).
Oleh karena itu gratifikasi memiliki arti yang netral sehingga tidak semua gratifikasi merupakan hal yang dilarang atau sesuatu yang salah.
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi itu bagus yang diterima di dalam negeri ataupun di luar negeri dan yang dilaksanakan dengan menerapkan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perihal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 seputar Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Oleh karena itu, pentingnya bimtek dilaksanakan untuk mengendalikan gratifikasi guna mencegah pemberantasan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo," kata Untung yang dikutip VOI dari ANTARA.
Auditor Madya Inspektorat Daerah (Irda) Kulon Progo Sabar Waluya menjelaskan gratifikasi berbeda dengan suap, kalau gratifikasi itu berhubungan dengan jabatan, kemudian bersifat otentik atau tanam budi, kemudian tidak membutuhkan kesepakatan transaksi atau transaksional, jadi atas kemauan pemberi. Sedangkan suap membutuhkan kesepakatan transaksional.
"Irda akan selaku melakukan pengawasan dan menindak setiap kasus gratifikasi," katanya.