YOGYAKARTA - Masyarakat, khususnya yang tinggal di perbukitan atau bantaran sungai mulai diminta tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta agar meningkatkan kewaspadaan potensi bencana tanah longsor.
Kepala Bidang Operasi TRC BPBD DIY
Endro Sambodo di Yogyakarta, Kamis, mengatakan kewaspadaan perlu ditingkatkan karena sejak Oktober hingga awal Desember 2021 mulai banyak laporan kejadian longsor di wilayah ini.
BACA JUGA:
Tingkatkan Kewaspadaan Bencana Longsor
"Sudah banyak (kejadian longsor) terutama di beberapa titik perbukitan Menoreh (Kulon Progo). Sudah beberapa kali longsor yang bahkan sampai memutus akses jalan, merusak fasilitas publik, bahkan banyak perumahan warga terkena longsoran," kata Endro.
Menurut dia, bencana longsor tersebut dipicu oleh pegerakan tanah akibat curah hujan yang sudah di atas normal sesuai prakiraan Badan Meteroroligi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta.
Sebelumnya, BMKG Yogyakarta menyebutkan sejak awal musim hujan Oktober hingga awal 2022, La Nina diperkirakan memberi dampak peningkatan intensitas curah hujan bulanan di atas normal yang cukup tinggi.
Menurut Endro, saat curah hujan normal, perbukitan Menoreh telah memiliki potensi pergerakan tanah, baik pergerakan pelan atau cepat.
"Apalagi curah hujan melebihi normalnya maka potensi pergerakan tanah lebih besar lagi," kata dia yang dikutip VOI dari ANTARA.
Selain di perbukitan Menoreh, menurut Endro, sejumlah wilayah DIY lainnya juga memiliki potensi yang sama. Beberapa di antaranya yakni kawasan perbukitan di Kecamatan Prambanan (Sleman), perbukitan Dlingo dan Imogiri (Bantul), Gedangsari (Gunungkidul), serta seluruh bantaran sungai di Kota Yogyakarta.
"Secara awam dipahami bahwa longsor hanya berpotensi di perbukitan atau pegunungan, namun kenyataannya di Kota (Yogyakarta) juga berisiko longsor," ujar Endro.
Terhadap potensi bencana itu, ia meminta masyarakat yang tinggal di kawasan longsor melakukan upaya mitigasi serta melapor ke pos relawan setempat jika mengetahui gejala pergerakan tanah.
"Misalnya mata air yang semula bening tiba-tiba jadi keruh, fondasi bangunan tegak menjadi miring, tiang listrik yang tadinya lurus jadi miring, itu berarti ada pergerakan tanah di situ," ucap dia.
Selain itu, masyarakat di zona rawan longsor juga perlu mewaspadai apabila curah hujan tinggi dalam durasi yang cukup lama.
"Ketika terjadi curah hujan dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang lama, sedangkan di wilayah tersebut sudah pernah ada kejadian longsor maka berpotensi longsor lagi," ujar dia.
Kendati demikian, BPBD DIY, kata dia, telah memasang perangkat peringatan dini (early warning system'/EWS) di titik-titik rawan longsor. Dengan demikian, bisa segera terpantau apabila muncul pergerakan tanah.
"Kalau EWS berbunyi maka masyarakat di kawasan tersebut akan mengecek, ini bunyi karena kejatuhan ranting pohon atau karena curah hujan tinggi, atau ada potensi ancaman pergerakan tanah," tutur Endro.