YOGYAKARTA - Rektor Universitas Islam Indonesia Fathul Wahid memandang pengembangan obat modern asli Indonesia dengan memanfaatkan bahan baku domestik merupakan salah satu solusi mencapai kemandirian obat yang berkualitas di Tanah Air.
"Pengembangan obat modern asli Indonesia dengan memanfaatkan bahan baku domestik termasuk tanaman herbal nampaknya menjadi tantangan yang harus dipecahkan dan dihadapi secara kolektif," kata Fathul Wahid saat peluncuran Program Studi Farmasi Program Magister UII secara daring dipantau di Yogyakarta, Sabtu.
BACA JUGA:
Obat Modern Asli Indonesia
Fathul menemukan data bahwa 90 persen bahan baku obat Indonesia masih diimpor. Salah satu alasan yang mengemuka adalah cacah perusahaan nasional yang memproduksi bahan baku obat di Indonesia masih sangat terbatas.
"Sehingga tidak memenuhi kebutuhan," ujar dia yang dikutip VOI dari ANTARA.
Padahal, menurut dia, ketersediaan obat yang berkualitas di setiap fasilitas layanan kesehatan dan pasar merupakan salah satu bagian dari ikhtiar menjaga kesehatan publik.
Oleh sebab itu, dengan mengembangkan obat asli Indonesia, ia menilai secara hitungan ekonomi kasar, harga obat diharapkan lebih terjangkau oleh publik karena menggunakan bahan baku lokal. Upaya itu, menurut Fathul, bisa menjadi salah satu solusi di tengah proporsi alokasi anggaran untuk kesehatan yang meningkat.
"Sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas, apalagi dalam konteks di mana pandemi belum dapat seluruhnya dikendalikan," katanya.
Ia meyakini alokasi anggaran kesehatan mempunyai kaitan dengan kualitas kesehatan publik karena ketersediaan infrastruktur dan layanan kesehatan membutuhkan dana yang tidak kecil. Saat ini, menurut dia, disparitas kualitas layanan kesehatan di Indonesia masih luar biasa.
Cerita tentang warga yang kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar di puskesmas saja, misalnya, masih tidak jarang ditemukan.
Oleh karena itu, Fathul berharap kehadiran Program Studi Farmasi Program Magister di UII dapat berandil memecahkan masalah kesehatan, dengan menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas di bidang farmasi.
"Komitmen untuk memanfaatkan mahadata untuk mendapatkan tilikan baru dan membantu peningkatan kebijakan kesehatan, juga diharapkan menjadikan program studi baru ini semakin penting dan sekaligus unik," kata Fathul Wahid.