Info Eksklusif: Arief Nasrudin Jabarkan Digitalisasi Ekonomi di Pasar Tradisional Jakarta
Arief Nasrudin. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Peribahasa lama ada gula ada semut, sepertinya masih relevan untuk membuktikan kondisi pasar-pasar di bawah naungan PD Pasar Jaya {sekarang} di tengah arus digitaliasi. Dengan 154 pasar besar dan kecil, lebih dari 105.000 lebih pedagang serta jumlah pengunjung yang menempuh 1,5 juta lebih di masa pandemi ini, yaitu potensi yang benar-benar besar. Dikala digitalisasi mulai dipraktikkan banyak pihak yang berminat untuk bekerjasama. Mulai dari sektor perbankan, marketplace, pembayaran komputerisasi dan sebagainya, mereka seperti tidak ingin tertinggal berkeinginan mencicipi manisnya gula-gula di pasar tradisional yang ada di Jakarta.

Pihak PD Pasar Jaya, sebagai tuan rumah, kata Arief Nasrudin memberikan peluang yang sama terhadap siapa  saja dan pihak mana saja untuk turut terlibat dalam program digitalisasi yang terjadi di lingkungan PD Pasar Jaya. 

 “Saat ini di pasar-pasar kita sudah bisa berbelanja dengan dompet digital. Tinggal pindai barcode dan masukkan nominal pembayaran dan pembayaran pun terjadi. Kita sudah pasang penguat signal di pasar agar transaksi berjalan lancar. Pedagang kami sudah bereaksi dengan digitalisasi seperti ini,” terangnya.

Arief Nasrudin Jabarkan Digitalisasi Ekonomi

Memang bukan perkara mudah untuk mempraktikkan digitalisasi di pasar tradisional ini. Karena itu edukasi kepada para pedagang terus dilakukan agar mereka bisa mengikuti transaksi secara digital. Uniknya meski sistemnya sudah digital ciri khas pasar tradisional yang masih memberlakukan tawar-menawar antara pembeli dan penjual masih tetap dipertahankan.

Soal pasar tradisional dianggap sebagai pasar becek, menurut  pria yang sudah berkutat di dunia ritel dan bergabung di salah satu peritel terkemuka sebelum akhirnya berlabuh di PD Pasar Jaya, pelan-pelan akan mereka hilangkan dan kini sudah berkurang.  Tapi kadang-kadang masyarakat malah pengennya pasar becek, karena dianggapnya lebih murah dan ramai, terutama oleh pedagang. 

“Image pasar tradisional itu memang  pasar basah walaupun secara pengelolaan harusnya lebih profesional dan modern,” terang Arief Nasrudin kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos, dan  Irfan Meidianto yang menemuinya di kantor PD Pasar Jaya, di bilangan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat belum lama ini. 

Baca selengkapnya di: Eksklusif, Arief Nasrudin Jabarkan Digitalisasi Ekonomi di Pasar Tradisional Jakarta