JOGJA – Fenomena klitih bukanlah hal baru. Beberapa kali di kota-kota besar, termasuk Yogyakarta kejahatan jalanan tersebut terus terjadi. Lantas apa itu klitih Jogja?
Dalam buku berjudul Faktor-faktor Determinasi Perilaku Klitih (2019) tulisan Ahmad Fuadi dkk, klitih pada mulanya bukanlah tindakan kekerasan. Klitik adalah kegiatan jalan-jalan yang biasa dilakukan tanpa tujuan jelas.
BACA JUGA:
Kemudian ‘nglitih’ atau ‘klitih’ (dalam bentuk kenakalan remaja) dipahami sebagai keliling menggunakan kendaraan bermotor untuk mencari musuh yang berasal dari sekolahan lain.
Menelusuri Sejarah Klitih di Jogja
Berdasarkan arsip Harian Kompas, fenomena klitih sudah ada sejak tahun 1990-an, tepatnya pada 7 Juli 1993. Waktu itu Kepolisian Wilayah (Polwil) DIY memetakan geng-geng remaja di Yogyakarta.
Pada masanya, Polwil mengklaim jika memiliki informasi terkait dengan keberadaan geng remaja dan sekelompok anak-anak muda yang sering melakukan aksi kejahatan di Yogyakarta.
Setelah Orde Baru tumbang dan memasuki milenium baru, fenomena tawuran di Jogja mulai menjamur. Pada waktu itu Wali Kota Herry Zudianto mengancam para pelajar yang terlibat tawuran akan dikeluarkan dari sekolahan.
Atas ancaman tersebut, membuat para pelajar yang keluyuran menjadi sedikit dan para geng kemudian mencari-cari musuh dengan cara berkeliling kota atau melakukan klitih.
Motif Pelajar Yogyakarta Melakukan Klitih
Masih mengacu pada buku Ahmad Fuadi dkk, terdapat beberapa faktor yang menjadi latar belakang para pelajar melakukan aksi klitih. Beberapa di antaranya terkait dengan masalahan keluarga, hubungan kelompok, lingkungan, dan karakter individu.
Kemudian, terdapat narasumber (sebut sana Aan) yang mengaku melakukan klitih lantaran ditinggal pergi oleh ayahnya. Ketika tinggal dengan ibu dan adik-adiknya, Aan mengaku jauh dengan keluarga.
Aan kemudian lama menghabiskan waktu dengan teman-temannya dan merasa tidak diperhatikan lingkungan keluarganya lagi.
Berdasarkan kasus Aan di atas, kurangnya perhatian adalah pemicu anak-anak melakukan tindak kekerasan. Selain itu, klitih juga disebabkan latar belakang orang tua yang pernah melakukan tindak kekerasan dalam keluarga.
Pelaku Klitih Ingin Mendapatkan Pengakuan
Selanjutnya alasan anak-anak muda melakukan klitih lantaran ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya, meskipun harus melakukan tindakan negatif sekalipun.
Anak muda yang melakukan tindakan klitik dinilai akan mendapatkan nama yang bagus di lingkungan geng, terlebih apabila berhasil melukai orang lain di jalan.
Kemudian faktor lingkungan juga berpengaruh dalam melatarbelakangi terjadinya klitih. Hal tersebut lantaran lingkungan yang memiliki kecenderungan untuk membiarkan pada warga untuk bebas melakukan apa saja.
Faktor terakhir adalah dari karakter pribadi dari pelaku klitih. Berdasarkan penelusuran, pada pelaku biasanya memiliki emosi yang labil yaitu mudah tersinggung dan agresif.
Selain itu, berdasarkan penelitian alasan pelaku klitik melakukan tindak kekerasan adalah sebagai sarana pelampiasan lantaran memiliki masalah dengan orang tua atau motif balas dendam karena diganggu orang lain.
Selain pembahasan mengenai klitih Jogja, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!