Berita Bantul: Pemkab : Delapan Destinasi WEisata di Bantul Sudah Kantongi Sertifikat CHSE
Kawasan desa wisata Mangunan di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DIY. (Foto ANTARA)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Saat ini diketahui ada sekitar delapan destinasi wisata di daerah itu yang mengantongi sertifikat Cleanliness, Health, Safety, Environment (CHSE) sektor pariwisata dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Hal tersebut disampaikan langsung dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Kalau untuk CHSE di Bantul informasi yang kita terima baru delapan destinasi, kalau untuk UJP (Usaha Jasa Pariwisata) hotel-hotel rata-rata sudah memiliki, tetapi (CHSE) destinasi wisata baru delapan," kata Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo di Bantul, Kamis.

Sudah Kantongi Sertifikat CHSE

Ia menceritakan delapan destinasi yang telah memenuhi standar protokol kesehatan (prokes) berbasis CHSE itu, enam wisata di kawasan Kecamatan Dlingo, satu destinasi di Piyungan, dan satu daerah di wilayah pantai selatan Bantul.

"Ada informasi dari Sewon ada satu tempat yang sudah CHSE, jadi baru sembilan. Tetapi jumlah ini kan terlalu jauh sekali dengan jumlah destinasi kita di Bantul yang ratusan, tentu kita terus mengejar agar destinasi lain juga memiliki sertifikat CHSE," katanya.

Sebagai langkah supaya destinasi tamasya Bantul dapat tersertifikasi CHSE, pihaknya terus melaksanakan pendampingan bagi pengelola ataupun pelaku tamasya, sebab masih banyak yang belum mengenal tata metode mengajukan dan bagaimana pengerjaan yang seharusnya dipenuhi.

"Jadi program-program terkait dengan kebijakan sektor pariwisata ini harus kita dorong, agar semua masyarakat bisa menyesuaikan, tetapi jangan putus asa, yang penting kita ikhtiar, mudah-mudahan ke depan wisata Bantul tetap siap melaksanakan standar yang baik," katanya yang dikutip VOI dari ANTARA.

Dia juga mengatakan pemda sepakat serta mendorong masyarakat pelaku pariwisata tertib sesuai dengan prokes CHSE, tetapi indikator untuk pelaksanaan kegiatan pariwisata ke depan juga harus melihat kearifan lokal dan kondisi di lapangan.

"Jadi, jangan sampai masyarakat pelaku wisata yang sudah tidak berdaya, tidak punya energi keuangan misalnya, tetapi ketika akan berusaha terbelenggu oleh sebuah ketentuan yang menyebabkan tidak bisa beroperasional," katanya.